Custom Search
Sunday, December 9, 2012
Monday, August 27, 2012
Friday, August 10, 2012
Bahaya Lidah
1. Fitnah (Berkata bohong dengan maksud menjelekkan orang lain)
10. Berdebat kusir / berbelitbelit (membahas suatu hal yang tidak ada ujungnya)
11. Menyebar rahasia orang lain
12. Menambah kata-kata yang tidak perlu
2. Ghibah ( Membicarakan kejelekan orang lain), Firman Allah : Al-HUjurat : 12: dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah kamu suka memakan daging saudaramu yang sudah mati?.
3. Berkata Bohong ( Berkata tidak sesuai dengan kanyataan)
4. Munafik (Pura-pura beriman padahal hatinya engkar, apa yang dikatakan selalu tidak sesuai dengan kebenaran),
“Ciri-ciri orang munafik itu ada tiga yaitu bila berkata dusta, apabila berjanji ingkar, apabila diberi amanah ia mengkhianati
5. Mengumpat dan mencaci orang lain (dengan kata kasar, persoalan tidak akan selesai)
6. Mempermainkan atau mengejek manusia
7. Mengadu domba ( Membat sesorang berselisih dengan yang lainnya)
8. Melontarkan kata-kata kotor dan kasar (Ketika emosi meluap, kata2 kadang tidak terkontrol lagi)
9. Bertengkar10. Berdebat kusir / berbelitbelit (membahas suatu hal yang tidak ada ujungnya)
11. Menyebar rahasia orang lain
12. Menambah kata-kata yang tidak perlu
Sunday, July 22, 2012
Bersih hati dari iri dan dengki
Lihatlah suasana orang yang dilanda iri dengki, hatinya selalu risau dan
larut dalam kebencian. Terlebih lagi jika orang yang didengki
memperoleh keberhasilan dan mendapat nikmat. Inginnya nikmat tersebut
segera sirna musnah tak berbekas. Jika dibiarkan, perasaan iri akan
menjadi menjadi bibit dosa lain dan awal bergulirnya pelanggaran
perintah Allah. Iblis menjadi mahluk terlaknat berawal dari iri, begitu
pula pembunuhan pertama yang dilakukan manusia juga bermotifkan iri.
Berhenti, jangan teruskan!
Rasa
iri bisa membuat orang gelap mata dan memandang selalu dengan suudzan.
Kadang kebencian ini ditularkan kepada orang lain. Dikatakannya bahwa
keberhasilan yang diraih orang yang dibencinya lewat jalan yang tidak
benar. Ada juga yang mencibir, menebar fitnah bahkan membuat makar. Bila
sudah begitu iri hati lebih berbahaya daripada sakit kronis yang susah
diobati.
Dengki timbul karena tiupan setan, karena itu segera
redam dengan ber-taawwudz kepada Allah. Caranya dengan membaca ayat
kursi dan muawwidzatain. Atau membaca, “Audzu bikalimatillahi at tammah
min syarri ma khalaq.” (aku berlindung kepada kalimat allah yang
sempurna dari kejelekan mahluk-Nya). Selagi iri hati belum berkobar,
hentikan sekarang juga dan jangan teruskan!
Takdir Allah Tak Pernah Salah
Seorang ahli hikmah mengatakan, jika dilihat dari sisi takdir orang yang iri berarti sedang menantang tuhan. Alasannya ialah; pertama, membenci nikmat-Nya yang diberikan kepada orang lain. Kedua, merasa bahwa Allah tidak adil dalam membagi karunia. Ketiga, menganggap bahwa Allah bakhil terhadap dirinya. Keempat, menganggap hina hamba Allah dan menyanjung dirinya sendiri dan kelima, lebih menuruti bisikan iblis daripada perintah Allah. Rasa iri dengki tersebut muncul karena melihat orang lain memiliki kelebihan yang tak ia miliki. Bisa jadi berupa harta, bakat atau keahlian tertentu. Kebencian ini menjadi lebih besar bila orang yang didengkinya lebih rendah kedudukannya.
Semua nikmat
dan kelebihan yang dimiliki hamba tak lain adalah bagian dari qadha’ dan
qadar. Manusia tidak dikatakan beriman jika tidak mengimaninya. Allah
memiliki sifat al ‘alim (dzat yang maha tahu) yang menentukan segalanya
dengan ilmu-Nya. Karena itu memberi hambanya segala sesuatu yang terbaik
baginya. Tugas manusia adalah meyakini sepenuhnya bahwa semua
kenikmatan tersebut berasal dari Allah dan dibagikan sesuai dengan
hikmah.
Tidak semua nikmat dapat membuat hamba bersyukur. Ada
hamba yang lebih baik miskin daripada kaya. Sebab kemiskinan dapat
membuatnya bersyukur bukan kekayaan. Misalnya adalah Qarun, yang dapat
beriman tatkala miskin tapi melupakan Allah saat kunci-kunci gudang
hartanya tidak sanggup dipanggul tujuh orang. Ada pula yang lebih tepat
kaya, karena mampu mengatur kekayaannya sesuai tuntunan agama, misalnya
sahabat Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.
Allah berfirman yang artinya, “Dan Jikalau Allah melampangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentunya mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi allah menurunkan apa yang dikehendakinya dengan ukuran. Sesungguhnya dia maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi maha melihat.” (QS. As Syura: 27)
Syukuri Apa yang Ada
Iri
dan dengki membuat diri sendiri lupa terhadap banyaknnya nikmat yang
diperoleh dan kelebihan yang dimiliki, hanya saja bentuk dan proporsinya
berbeda. Ia lebih fokus pada kekurangannya bukan potensinya. Ia merasa
kurang dan lemah, padahal bisa jadi orang yang didengki merasa tak lebih
beruntung dari orang yang mendengki. Seperti itulah godaan setan,
membisikkan bahwa ‘rumput tetangga lebih hijau’. Selain itu, tidak ada
jaminan bahwa tuntunan nafsu akan terhenti saat yang diinginkan dapat
diperoleh. Sebab, tabiat nafsu selalu merasa kurang.
Karena itu,
Rasulullah SAW memerintahkan selalu melihat ke ‘bawah’. Agar kita selalu
sadar bahwa ada banyak orang yang lebih sulit keadaannya. Sehingga kita
mensyukuri apa yang telah dimiliki.
“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan rupa, maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Batin akan merasa tenang bila dapat menyeimbangkan antara
keinginan dan kenyataan. Dengan bersabar dan bersyukur ujian Allah
dapat dilalui dengan mudah. Alkisah, seorang wanita cantik menikah
dengan pria yang buruk rupa. Semua orang menyayangkan dan mencibir.
Bahkan ada yang berkata bahwa si wanita terkena guna-guna. Tapi hal itu
tak dapat membuat suami-istri tersebut goyah. Suatu hari sang istri
berkata kepada suaminya, “Suamiku allah memberi ujian kepadamu berupa
istri yang cantik, bersyukurlah. Sedangkan aku diuji dengan anda tapi
aku bersabar. Kita berdua mendapat pahala.”
Arahkan Kepada yang Positif
Segala
sesuatu tidak terjadi secara instan. Seseorang tidak begitu saja
terlahir pintar tanpa belajar. Orang yang pandai berceramah juga melalui
proses. Orang punya banyak teman karena pandai menjaga sikap dan
tingkah lakunya. Intinya keahlian diperoleh dari latihan yang tekun dan
kontinyu. Kadang, itu semua dilihat sebagai bakat dan telah ada sejak
lahir, namun pada hakekatnya hal itu adalah rahmat dan kemudahan dari
Allah SWT. Kullun muyassarun lima khuliqa lahu (setiap manusia
dimudahkan menuju untuk apa ia diciptakan). Jangan lihat hasilnya tapi
proses untuk mencapainya, begitu berat dan kadang mengharukan.
Bila
melihat orang lain beroleh nikmat kenapa rasa iri yang harus muncul?
Alangkah indahnya jika turut merasa bahagia. Hati akan merasa lebih
tenang dan ikatan ukhuwwah menjadi kian erat. Rasulullah saw bersabda,
“Tidak
sempurna iman seorangpun dari kalian hingga mencintai untuk saudaranya
apa yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini adalah
tingkatan iman yang tinggi. Untuk menggapainya dengan melatih diri
dengan sifat itsar (altruisme), mementingkan orang lain dibanding diri
sendiri. Wallahu A’lam.
Saturday, July 7, 2012
Jadwal Pengisian Ibadah Ramadhan
AGar kita sukses dalam menjalani bulan Ramadhan, sebaiknya kita punya jadwal. sebagai contoh jadwal bisa di Download disini
Hukum Mencium Tangan dan Membungkukkan Badan
Tanya: “Ustadz benarkah bahwa mencium tangan orang dan membungkukkan badan maka hal tersebut bukanlah syariat Islam melainkan ajaran kaum feodalis? Jika demikian, mohon dijelaskan. Jazakumullah”.
Jawab: Ada beberapa hal yang ditanyakan:
Pertama, masalah cium tangan
1. Cium tangan tersebut tidaklah dijadikan sebagai kebiasaan. Sehingga pak
kyai terbiasa menjulurkan tangannya kepada murid-muridnya. Begitu pula murid
terbiasa ngalap berkah dengan mencium tangan gurunya. Hal ini dikarenakan Nabi
sendiri jarang-jarang tangan beliau dicium oleh para shahabat. Jika demikian
maka tidak boleh menjadikannya sebagai kebiasaan yang dilakukan terus menerus
sebagaimana kita ketahui dalam pembahasan kaedah-kaedah fiqh.
2. Cium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan lebih baik dari pada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat sebagai realita yang ada pada sebagai kyai.
3. Cium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah Nabi yang sudah diketahui semisal jabat tangan. Jabat tangan adalah suatu amal yang dianjurkan berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Jabat tangan adalah sebab rontoknya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana terdapat dalam beberapa hadits. Oleh karena itu, tidaklah diperbolehkan menghilangkan sunnah jabat tangan karena mengejar suatu amalan yang status maksimalnya adalah amalan yang dibolehkan (Silsilah Shahihah 1/159, Maktabah Syamilah).
Akan tetapi perlu kita tambahkan syarat keempat yaitu ulama yang dicium tangannya tersebut adalah ulama ahli sunnah bukan ulama pembela amalan-amalan bid’ah.
Dari uraian di atas semoga bisa dipahami dan dibedakan antara amalan yang dibolehkan oleh syariat Islam dan yang tidak diperbolehkan.
SUMBER ASLI
Jawab: Ada beberapa hal yang ditanyakan:
Pertama, masalah cium tangan
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan,
“Tentang cium tangan dalam hal ini terdapat banyak hadits dan riwayat dari salaf yang secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadits tersebut shahih dari Nabi. Oleh karena itu, kami berpandangan bolehnya mencium tangan seorang ulama (baca:ustadz atau kyai) jika memenuhi beberapa syarat berikut ini.
2. Cium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan lebih baik dari pada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat sebagai realita yang ada pada sebagai kyai.
3. Cium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah Nabi yang sudah diketahui semisal jabat tangan. Jabat tangan adalah suatu amal yang dianjurkan berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Jabat tangan adalah sebab rontoknya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana terdapat dalam beberapa hadits. Oleh karena itu, tidaklah diperbolehkan menghilangkan sunnah jabat tangan karena mengejar suatu amalan yang status maksimalnya adalah amalan yang dibolehkan (Silsilah Shahihah 1/159, Maktabah Syamilah).
Akan tetapi perlu kita tambahkan syarat keempat yaitu ulama yang dicium tangannya tersebut adalah ulama ahli sunnah bukan ulama pembela amalan-amalan bid’ah.
Kedua, membungkukkan badan
sebagai penghormatan
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَنْحَنِى بَعْضُنَا لِبَعْضٍ قَالَ « لاَ ». قُلْنَا أَيُعَانِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا قَالَ لاَ وَلَكِنْ تَصَافَحُوا
Dari Anas bin Malik, Kami bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apakah
sebagian kami boleh membungkukkan badan kepada orang yang dia temui?”.
Rasulullah bersabda, “Tidak boleh”. Kami bertanya lagi, “Apakah kami boleh
berpelukan jika saling bertemu?”. Nabi bersabda, “Tidak boleh. Yang benar
hendaknya kalian saling berjabat tangan” (HR Ibnu Majah no 3702 dan dinilai
hasan oleh al Albani).عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَنْحَنِى بَعْضُنَا لِبَعْضٍ قَالَ « لاَ ». قُلْنَا أَيُعَانِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا قَالَ لاَ وَلَكِنْ تَصَافَحُوا
Dari uraian di atas semoga bisa dipahami dan dibedakan antara amalan yang dibolehkan oleh syariat Islam dan yang tidak diperbolehkan.
SUMBER ASLI
Friday, July 6, 2012
Keselamatan Bagi orang yang bertaqwa
Al Qur'an telah banyak memberikan petunjuk dan selalu diulang-ulang untuk menjadikan diri ini bertaqwa, karena dengan taqwa itulah yang akan mampu mengantarkan pada kehidupan mulia, dan derajat tertinggi. Ketaqwaan akan menjadi penentu kesuksesan yang selalu kita harapkan dalam berbagai munajad do'a, sehingga ketika kita berinteraksi di masyarakat inilah nilai-nilai ketaqwaan senantiasa tercerminkan.
Buya Hamka memberikan gambaran atas orang yang bertawa itu selalu menjaga hubungan yang baik dengan Allah SWT, mereka sadar sehingga tidak ingin hubungan baik dengan-Nya itu putus ataupun jauh karena akan membawa keterpurukan kehidupan. Dari upaya yang konsisten untuk selalu menjaga hubungan yang baik inilah semakin membukakan kesadaran kepada kita bahwa sejatinya hidup kita tidak bisa terlepas dari Rahman dan Rahim-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur'an Surat Az-Zumar : 61 :
Artinya : "Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita."
Kemenangan yang diraih tersebut bukan berarti datang begitu saja, tetapi telah melalui perjuangan yang panjang, pergumulan yang melelahkan, dan berbagai benturan yang menyakitkan. Kerena prestasi ketaqwaan itulah sehingga Allah SWT layak memberikan kemenangan dan keselamatan.
Orang yang bertaqwa senantiasa sadar bahwa dalam dinamika kehidupan senantiasa diwarnai dengan berbagai gejolak menegangkan dan menakutkan, yang kadang kala jika kita lemah dan lengah bisa jadi akan terbawa pada arus penyesalan karena ketidakmampuannya dalam mendayagunakan potensi diri yang telah menjadi bekal kehidupan ini. Allah SWT telah memberikan kekuatan tulang dan persendian sehingga bisa digerakkan, maka potensi inipun dipergunakan untuk memksimalkan ibadah semisal sholat, Allah SWT pun juga telah memberikan potensi pada diri ini untuk melihat dan membaca, mendengar dan memperhatikan, serta berfikir dan berzikir, sehingga dari potensi inilah sesungguh kita mampu meraih kemenangan dan kesuksesan. Karena kemalasan dan ketidakseriusan sehingga potensi diri ini menjadi kerdil dan mudah terkalahkan oleh problematika kehidupan membuat semakin jauh hubungannya dengan AllahSWT. Pada ayat yang lain Allah SWT telah memerintahkan untuk aktif dan selalu mencari jalan agar lebih mendekatkan diri ini pada-Nya,
sebagaimana dalam Al Qur'an surat Al Maidah 35 :" Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang medekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah supaya kamu mendapat kemenangan".
Semoga kita konsisten dengan taqwa untuk keselamatan dan kemenangan
Thursday, May 24, 2012
MANUSIA MAKHLUK SERBA MAU
Allah menciptakan manusia menjadi makhluk serba mau, manusia suka daging, suka sayur, berbeda dengan singa dan harimau yang hanya suka daging, berbeda pula dengan kuda dan sapi yang hanya suka rumput. Dalam surat Ali Imran ayat empat belas Allah jelaskan bahwa Allah telah menghiasi ke dalam hati manusi menyenangi ciptaan Allah. Manusia suka pasangan, harta benda yang banyak, emas, perak, kendaraan yang bagus, sawah lading dan lain sebagainya. Jangankan yang baik yang jelek dan kotor pun manusia mau. Dari yang seindah dan sekotor-kotornya manusia mau. Manusia mau kotoran hewan, bisa untuk pupuk dan sebagainya. Ada benda-benda bekas yang dapat di daur ulang lagi hingga tak satupun yang tidak berguna dan berharga bagi manusia. Karena begitu kuat dan hebatnya ke inginan manusia terhadap sesuatu. Manusia itu harus kenal dan mengagumi sang penciptanya (allah swt) untuk menata diri agar tidak terjerumus kelembah kesesatan dan kerugian, walaupun keinginan manusia tidak terbatas. Tapi kemampuan dan kehidupannya sangat terbatas. Kemampuan dalam usia 20 tahun tidak sama dengan kemampuan usia 30 tahun, demikian selanjutnya dan selanjutnya sampai manusia itu meninggalkan dunia yang fana ini.
Beruntunglah orang-orang yang bisa mengawal dirinya sendiri ketika timbul keinginan melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan masalah karena begitu kuat dan hebatnya keinginan manusia terhadap sesuatu. Manusia itu harus kenal dan mengagumi sang penciptanya (Allah SWT) untuk menjaga diri agar tidak terjerumus kelembah kesesatan dan kerugian walaupun keinginan manusia tidak terbatas. Tapi kemampuan dan kehidupannya sangat terbatas. Kemampuan dalam usia dua puluh tahun tidak sama dengan kemampuan manusia usia tiga puluh tahun, demikian selanjutnya dan selanjutnya sampai manusia itu meninggalkan dunia yang fana ini. Beruntunglah orang yang bisa mengawal diri sendiri ketika timbul keinginan melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan masalah, dirinya sendiri jadi penasehat. Jangan kami lakukan itu, berbahaya, berisiko, kemuliaan kamu akan habis, bila kamu sempat tergelincir, tempatmu bertukar dari kemuliaan jadi hina.
Betapa nikmatnya Adam dan Hawa di sorga, karena tergelincir terpaksa menjalani pencara dunia dengan segala keletihan dan kepayahan. Berpisah dengan isteri dan segala kenikmatan sorga, menjalani hidup yang sangat menakutkan dan mengerikan sekali. Selain Allah Swt kitalah yang harus jadi penasehat diri kita sendiri. Allah telah jelaskan bahwa Allah tidak akan merobah diri kita kepada yang baik, Allah tidak akan jerumuskan kita ke dalam kehancuran dan kebinasaan kecuali kitalah yang jadi pelakunya. Ya Allah lindungi kami dari jahatnya diri kami sendiri.
PERNIAGAAN YANG TIDAK PERNAH MERUGI
Firman Allah Q.S Fathir (35) ayat : 29
"Sesungguhnya orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan solat dan menafkahkan sebahagian daripada rezeki yang Kami (Allah) anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan rugi."
1. Selalu membaca Kitab Allah
2. Selalu mendirikan shalat
3. Selalu menafkahkan rezki dengan diam-diam/ teranga-terangan
Selamat dari azab
Firman Allah surat As-Shaf (61) : 10-11
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab
"Sesungguhnya orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan solat dan menafkahkan sebahagian daripada rezeki yang Kami (Allah) anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan rugi."
1. Selalu membaca Kitab Allah
2. Selalu mendirikan shalat
3. Selalu menafkahkan rezki dengan diam-diam/ teranga-terangan
Selamat dari azab
Firman Allah surat As-Shaf (61) : 10-11
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab
Monday, May 21, 2012
Saturday, May 19, 2012
BAHAYA SIFAT SOMBONG
Satu sifat yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah sombong. Sombong adalah menganggap dirinya besar dan memandang orang lain hina/rendah.
Firman Allah tentang Sombong
Firman Allah Q.S. Al-Isra : 37 – 38
Artinya : dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung (37). semua itu kejahatannya Amat dibenci di sisi Tuhanmu (38).
Allah benci dengan orang-orang yang sombong:
Firman Allah Q.S. Lukman (31) ayat 18
Artinya: dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Firman Allah tentang kesombongan Iblis yang tidak mau sujud kepada Adam :
Q.S Al-A’raf (17) ayat : 13
Artinya : Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, Maka keluarlah, Sesungguhnya kamu Termasuk orang-orang yang hina".
Hadis Nabi tentang Sombong
Nabi berkata bahwa orang yang sombong meski hanya sedikit saja niscaya tidak akan masuk surga:
”Dari Ibn Mas’ud, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Tidak akan masuk sorga, seseorang yang di dalam hatinya ada sebijih atom dari sifat sombong”. Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Saw: “Sesungguhnya seseorang menyukai kalau pakainnya itu indah atau sandalnya juga baik”. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt adalah Maha Indah dan menyukai keindahan. Sifat sombong adalah mengabaikan kebenaran dan memandang rendah manusia yang lain” [HR Muslim]
Nabi juga berkata bahwa orang yang sombong niscaya akan disiksa oleh Allah di akhirat nanti:
Dari al-Aghar dari Abu Hurarirah dan Abu Sa’id, Rasulullah Saw bersabda: “Allah Swt berfirman; Kemuliaan adalah pakaian-Ku, sedangkan sombong adalah selendang-Ku. Barang siapa yang melepaskan keduanya dari-Ku, maka Aku akan menyiksanya”. [HR Muslim]
Ada empat bahaya Sombong
1. Memiliki rasa paling benar dan merasa menang sendiri. Penyebab perasaan orang ini karena kelebihan yang ada pada dirinya tanpa melihat bahwa orang lain juga memiliki kelebihan yang sama atau lebih baik. Merasa menjadi orang yang paling baik dan benar sehingga ia menjadi orang yang mau menang sendiri.
2. Tidak menyukai saran dan kritik dari orang lain karena merasa sudah sempurna dan benar. Dia merasa tidak kurang satupun. Saran pun sulit diterima maka kritik pun akan langsung dia tolak mentah-mentah dan membenci dinasehati.
3. Tidak suka jika orang lain berhasil dan maju dari dia. Setelah itu orang sombong akan menjadi iri hati terhadap orang lain yang lebih hebat. Sikap ekstrim paling berbahaya dari orang sombong adalah pembunuhan karena kebenciannya terhadap orang lain.
Menolak kebenaran yang ada meskipun dia sadar itu benar. Orang ini akan membangkang terus saat kebenaran datang karena keras hatinya akibat sombong.
Firman Allah tentang Sombong
Firman Allah Q.S. Al-Isra : 37 – 38
Artinya : dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung (37). semua itu kejahatannya Amat dibenci di sisi Tuhanmu (38).
Allah benci dengan orang-orang yang sombong:
Firman Allah Q.S. Lukman (31) ayat 18
Artinya: dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Firman Allah tentang kesombongan Iblis yang tidak mau sujud kepada Adam :
Q.S Al-A’raf (17) ayat : 13
Artinya : Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, Maka keluarlah, Sesungguhnya kamu Termasuk orang-orang yang hina".
Hadis Nabi tentang Sombong
Nabi berkata bahwa orang yang sombong meski hanya sedikit saja niscaya tidak akan masuk surga:
”Dari Ibn Mas’ud, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Tidak akan masuk sorga, seseorang yang di dalam hatinya ada sebijih atom dari sifat sombong”. Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Saw: “Sesungguhnya seseorang menyukai kalau pakainnya itu indah atau sandalnya juga baik”. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt adalah Maha Indah dan menyukai keindahan. Sifat sombong adalah mengabaikan kebenaran dan memandang rendah manusia yang lain” [HR Muslim]
Nabi juga berkata bahwa orang yang sombong niscaya akan disiksa oleh Allah di akhirat nanti:
Dari al-Aghar dari Abu Hurarirah dan Abu Sa’id, Rasulullah Saw bersabda: “Allah Swt berfirman; Kemuliaan adalah pakaian-Ku, sedangkan sombong adalah selendang-Ku. Barang siapa yang melepaskan keduanya dari-Ku, maka Aku akan menyiksanya”. [HR Muslim]
Ada empat bahaya Sombong
1. Memiliki rasa paling benar dan merasa menang sendiri. Penyebab perasaan orang ini karena kelebihan yang ada pada dirinya tanpa melihat bahwa orang lain juga memiliki kelebihan yang sama atau lebih baik. Merasa menjadi orang yang paling baik dan benar sehingga ia menjadi orang yang mau menang sendiri.
2. Tidak menyukai saran dan kritik dari orang lain karena merasa sudah sempurna dan benar. Dia merasa tidak kurang satupun. Saran pun sulit diterima maka kritik pun akan langsung dia tolak mentah-mentah dan membenci dinasehati.
3. Tidak suka jika orang lain berhasil dan maju dari dia. Setelah itu orang sombong akan menjadi iri hati terhadap orang lain yang lebih hebat. Sikap ekstrim paling berbahaya dari orang sombong adalah pembunuhan karena kebenciannya terhadap orang lain.
Menolak kebenaran yang ada meskipun dia sadar itu benar. Orang ini akan membangkang terus saat kebenaran datang karena keras hatinya akibat sombong.
Friday, May 11, 2012
Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 262
الَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ
مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ
خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
“Orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb
mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati”. (QS. 2:262)
Tafsir ayat:
Allah Ta’ala berfirman (الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ): “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah”, Allah Ta’ala menyebutkan kembali untuk menjelaskan apa yang setelahnya yaitu firmannya (ثُمَّ
لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى): “kemudian mereka
tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima)”.
Firman Allah (ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ
مَآأَنفَقُوا مَنًّا): “kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya”, yakni
bahwa orang-orang yang bershadaqah tidak mengungkit-ungkit apa yang
mereka shadaqakan, yang dengan mengungkit-ungkit pembarian bertujuan
untuk menampakan dan menunjukan bahwa orang yang berinfaq tersebut lebih
tinggi kedudukannya dari orang yang diberi infaq. (وَلآَ أَذًى): “Dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima)” contoh
hal ini, yaitu jika seorang yang berinfaq mangatakan di hadapan
orang-orang: “Sungguh aku telah memberi fulan ini dan itu”, ini dapat
menyakiti orang yang telah menerima pemberian tersebut.
Firman Allah Ta’ala (لَّهُمْ أَجْرُهُمْ): “bagi mereka pahala”, (الأجْرُ): “Pahala”,
adalah sesuatu yang diberikan kepada pekerja sebagai balasan dari
pekerjaannya, salah satu bentuknya adalah gaji karyawan. Allah Ta’ala menamakannya (الأجْرُ): “Pahala/ganjaran” karena Allah Ta’ala telah menanggung bagi orang yang beramal balasan amalnya, ini seperti halnya memberikan gaji karyawan.
Firman AllahTa’ala (عِندَ رَبِّهِمْ): “Di sisi Rabb mereka”, bahwasanya Allah Ta’ala akan benar-benar membalas pahala mereka dan balasan pahala tersebut tempatnya di surga yang mana atapnya Arsy Ar-Rahman.
Firman Allah Ta’ala (وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ): “Dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka”, kemudian sebagai buahnya adalah (وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ): “Dan tidak (pula) mereka bersedih hati”,
atas apa yang telah lalu, ini adalah sebagai suatu kesempurnaan nikmat
atas mereka, karena jika seorang yang diberi nikmat tertimpa kesedihan
atau ketakutan maka kenikmatan yang dia dapatkan tidak sempurna.
Pelajaran dari ayat yang mulia ini:
1. Ayat ini memotivasi kita untuk berinfaq di jalan Allah Ta’ala ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ) : “bagi mereka pahala”.
2. Ayat ini mengisyaratkan kepada kita
agar kita berbuat ikhlas, dan senantiasa mengikuti ajaran syari’at
(dalam beramal dan tidak membuat-buat amal yang tidak disyari’atkan),
ini berdasarkan firmanNya (اللهِ فِي سَبِيلِ): “Di jalan Allah”.
3. Pelajaran dari ayat ini juga adalah
bahwasanya orang yang mengikutkan infaqnya dengan perbuatan
mengungkit-ungkitnya, atau menyakiti hati orang yang di beri infaq, maka
tidak ada pahala baginya, ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (ثُمَّ
لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى لَّهُمْ أَجْرُهُمْ
عِندَ رَبِّهِم) : “kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb
mereka”, jika ia mengiringi shadaqahnya dengan perbuatan
mengungkit-ungkit pemberian, atau dengan menyakiti orang yang diberi
shadaqah tersebut, maka batalah pahalanya, sebagaimana ini telah jelas
termaktub di dalam firman Allah Ta’ala (يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى):
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima),”(Al-Baqrah: 264)
4. Bahwasanya (المََنُّ : Mengungkit
pemberian), dan (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang diberi) membatalkan
pahala shadaqah, adapun syarat diterimanya shadaqah adalah seperti apa
yang telah di sebutkan di atas yaitu shadaqah harus ikhlas untuk Allah,
dan harus sesuai dengan tutunan syariat.
Permasalahan pertama:
Bagaimana jika si pemberi shadaqah hanya
sekedar memberitahu bahwa dia telah memberi sifulan tanpa (المََنُّ :
Mengungkit pemberian) yang telah ia berikan, apakah hal ini termasuk
menyakiti perasaan orang yang diberi?
Jawab:
Ya, hal tersebut termasuk (الأَذًَى:
Menyakiti hati orang yang di beri), karena hal itu akan mengurangi harga
diri orang yang diberi di hadapan orang yang mengetahuinya. Akan tetapi
jika dari hal itu ia bermaksud baik yaitu agar manusia mencontohnya,
maka hal itu tidak termasuk (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang di
beri), bahkan bisa jadi sebaliknya yaitu sebagai kemaslahatan orang yang
diberi. Adapun jika ia menyebutkan bahwa ia telah memberi sesuatu tanpa
menyebutkan siapa yang ia beri maka tidak terdapat pada apa yang ia
lakukan itu (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang di beri), akan tetapi
ditakutkan dari hal itu timbul rasa ujub atau riya dari apa yang ia
berikan.
Permasalahan kedua:
Bagaimana jika orang yang diberi merasa
bahwa orang yang berinfaq telah mengungkit-ungkit pemberiannya , atau ia
menyakit hatinya, manakah yang lebih baik baginya, apakah ia tetap
mempertahankan apa yang telah di berikan ataukah ia lebih baik
mengembalikannya kepada orang yang memberinya?
Jawab:
Yang lebih baik baginya adalah
mengembalikan barang yang telah diberikan, agar tidak ada orang yang
mengungkit-ungkit hal tersebut, akan tetapi jika ia mengembalikan barang
tersebut setelah ia memegangnya (menjadi hak miliknya) apakah bagi
orang yang telah memberi barang tersebut harus menerima barang yang akan
dikembalikan kepadanya?
Jawab:
Tidak harus ia menerimanya, karena
barang tersebut bukan miliknya lagi, dan telah menjadi milik orang yang
telah diberikan padanya. Maka pengembalian barang tersebut (bukan lagi
dikatakan sebagai pengembalian kepada yang telah memberi, akan tetapi
ia) sebagai pemberian dari orang yang telah diberi kepada orang yang
telah memberinya.
5. Bahwa orang yang menginfaqkan harta
mereka di jalan Allah, yang mana mereka selamat dari hal-hal yang
membatalkan amal-amalan mereka , maka mereka itulah orang-orang yang
tidak ada ketakutan bagi mereka pada hari mendatang (kiamat) dan
tidaklah mereka bersedih hati terhadap yang apa telah berlalu.
[Sumber: Tafsir
al-Qur-an al-Karim, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, jilid
3, semoga Allah merahmatinya. Diposting oleh Sufiyani Abu Muhammad
Ismail al-Kalimantani]
Amar Ma'ruf Nahi Munkar, Tugas dan Kewajiban Setiap Muslim
KHUTBAH PERTAMA :
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Oleh: Husnul Yaqin Arba’in
( Sumber: Dikutip dari buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta)
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ:
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى أله وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى أله وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Di hari yang penuh
berkah ini, mari kita menghadapkan hati kita kepada Allah, membuka hati
dan pikiran untuk sejenak menyimak nasehat khutbah yang kami harapkan
dapat menambahkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Jika kita perhatikan dan
kita melihat secara sepintas saja, apa yang terjadi saat ini di tengah
masyarakat Muslimin, maka kita akan mendapatkan fenomena yang seharusnya
menjadikan kita semua prihatin akan umat ini. Ini mesti kita lakukan,
agar kita mawas diri dan berusaha menjadikan diri kita tidak termasuk
golongan mereka yang telah melampaui batas.
Sekian banyak bentuk
kesyirikan, kezhaliman, kejahatan, kemaksiatan yang dengan begitu mudah
kita temukan di sekitar kita. Contohnya praktek syirik sudah menjadi
suatu yang biasa dilakukan orang. Bahkan dukun, para normal, tukang
ramal, ahli zodiak, dan orang-orang semacam mereka, yang jelas-jelas
melakukan praktek kesyirikan, dianggap sebagai tokoh panutan dan
memiliki tempat terhormat di tengah masyarakat. Contoh lain di antara
kaum Muslimin sudah tidak bisa lagi menghargai nyawa seseorang, tidak
bisa menghargai harta orang lain, dan bahkan tidak bisa menghargai
kehormatan manusia. Padahal itu semua telah dilindungi oleh Islam, dan
tidak boleh diganggu. Semua itu terjadi karena mereka telah meninggalkan
Agama yang hanif ini, menuruti hawa nafsu, terpedaya dan tertipu oleh
bujuk rayu setan serta gemerlapnya kehidupan dunia.
Di sisi lain di antara
kaum Muslimin tidak lagi memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap
saudaranya sesama Muslim, tidak peduli dengan kejadian dan kondisi yang
ada, sehingga segala bentuk kemungkaran semakin hari tumbuh subur, dan
sebaliknya segala bentuk kebaikan mulai terkikis dan asing dihadapan
manusia. Orang-orang yang ingin selalu konsisten dan istiqamah
menjalankan Agama dengan benar menjadi asing di tengah masyarakatnya.
Sikap keIslaman yang baik terkesan batil dan begitu juga sebaliknya.
Yang sunnah dan sesuai dengan contoh Rasulullah dianggap sebagai sikap
beragama yang ekstrim, dan sebaliknya yang bid’ah dianggap sebagai jalan
kebenaran sejati.
Semua itu adalah karena
yang menjadi tolak ukur beragama adalah perasaan dan keridhaan manusia,
bukan keridhaan Allah. Padahal Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam
telah memperingatkan kita semua dari sikap timpang semacam ini dalam
sabda beliau,
مَنِ الْتَمَسَ
رِضَا الله بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ الله مُؤْنَةَ النَّاسِ، وَمَنِ
الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ الله وَكَلَهُ الله إِلَى النَّاسِ.
“Barangsiapa yang
mencari ridha Allah dengan (mengacuhkan) kebencian manusia maka Allah
mencukupkannya dari beban manusia, dan barangsiapa yang mencari ridha
manusia dengan (mengesampingkan) kemurkaan Allah maka Allah akan
menguasakan manusia atas dirinya.” (HR. at-Tirmidzi no. 2414 dan dishahihkan oleh al-Albani).
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Sebegitu hebat
kemungkaran yang telah dianggap biasa ditengah masyarakat kita, sampai
yang baik menjadi suatu yang dianggap aneh. Orang yang rajin shalat
berjamaah aneh, kaum Muslimah yang mengenakan hijab sesuai syariat aneh,
rajin ketempat-tempat pengajian aneh, laki-laki Muslim yang
memanjangkan jenggot aneh, laki-laki Muslim yang memotong pakaiannya
agar tidak isbal aneh, dan semua yang sebenarnya adalah tepat
sebagaimana yang diridhai Allah, menjadi suatu yang aneh dan asing. Maka
sungguh benar Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam manakala beliau
bersabda,
بَدَأَ
الْإِسْلَامُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا، فَطُوْبَى
لِلْغُرَبَاءِ، الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ
بَعْدِيْ مِنْ سُنَّتِيْ .
“Islam mulanya
dianggap aneh (asing) dan akan kembali dianggap asing seperti semula.
Maka kabar gembira yang besar bagi orang-orang yang dianggap aneh
(asing), yaitu, orang-orang yang memperbaiki (menjalankan dengan baik)
perkara-perkara Sunnahku yang telah dirusak setelahku oleh orang-orang.” (HR. Ahmad dan Muslim).
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Karenanya, merupakan
tugas dan kewajiban setiap Muslim untuk selalu menjaga kemurnian Agama,
dengan senantiasa menegakkan kebenaran dan mencegah setiap bentuk
kemungkaran. Tentunya kita pernah membaca dan mendengar permisalan yang
pernah disampaikan oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam,
sebagaimana beliau bersabda :
مَثَلُ
الْقَائِمِ عَلَى حُدُوْدِ الله وَالْوَاقِعِ فِيْهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ
اسْتَهَمُوْا عَلَى سَفِيْنَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا
وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِيْنَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا
اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوْا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوْا: لَوْ
أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيْبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا؛
فَإِنْ يَتْرُكُوْهُمْ وَمَا أَرَادُوْا هَلَكُوْا جَمِيْعًا وَإِنْ
أَخَذُوْا عَلَى أَيْدِيْهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيْعًا.
“Perumpamaan orang
yang teguh dalam menjalankan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus
di dalamnya, adalah seperti sekolompok orang yang berada di dalam
sebuah kapal, ada yang mendapatkan tempat di atas melewati orang-orang
yang di atas, dan ada yang memperoleh tempat di bawah. Sedang yang di
bawah jika mereka membutuhkan air minum, mereka harus naik ke atas, maka
mereka berkata: ‘Lebih baik kita melobangi tempat di bagian kita ini,
supaya tidak mengganggu kawan-kawan kita yang di atas’. Rasulullah
bersabda, ‘Maka jika mereka yang di atas membiarkan mereka, pasti
binasalah semua orang yang ada di dalam perahu tersebut, namun apabila
mereka mencegahnya mereka semua akan selamat’.” (HR. Al-Bukhari no. 2493)
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Jika kita renungkan
dengan dalam perumpamaan agung yang disabdakan oleh Nabi Sallallahu
‘Alahi Wasallam ini, yaitu seorang hamba Allah yang paling mengetahui
tentang keadaan umatnya, tentang sebab-sebab kemuliaan dan kerusakan
yang akan terjadi pada mereka berdasarkan wahyu dari Allah Subhanahu
Wata’ala, maka kita akan mendapatkan gambaran yang jelas tentang
agungnya keutamaan mengajak orang kepada kebaikan dan mencegah dari
perbuatan jahat dan mungkar, yang kita kenal dalam istilah Amar Ma`ruf Nahi Munkar.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
“Kalian adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran:110).
Al-Allamah As-Sa’di
mengomentari ayat ini dengan mengatakan; “Allah Subhanahu Wata’ala
memuji umat ini sebagai umat yang paling baik yang Allah ciptakan untuk
umat manusia. Dan itu, karena Allah menyempurnakan Iman bagi diri
mereka, yang dengan iman itu mereka melaksanakan apa-apa yang
diperintahkan Allah, dan menyempurnakan mereka untuk orang lain dengan
amar ma’ruf dan nahi munkar, yang di sana mencakup mendakwahi manusia
untuk kembali kepada Allah. Dengan inilah maka umat Islam ini adalah
umat terbaik.” Dan sebaliknya Allah melaknat orang-orang yang kafir dari
kalangan Ahli Kitab, karena mereka membiarkan kemungkaran terjadi di
tengah mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
لُعِنَ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ
مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوا يَعْتَدُونَ . كَانُوا
لاَيَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Telah dilaknat
orang-orang kafir dari Bani Israil melalui lisan Daud dan Isa putra
Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu
melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak saling melarang tindakan
munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu.” (Al-Ma`idah: 78-79).
Ini menunjukkan bahwa membiarkan kemungkaran dan kemaksiatan adalah salah satu sifat orang-orang yang dilaknat Allah.
Al-Allamah as-Sa’di rahimhullah berkata, setelah menafsirkan ayat ini,
“Hal itu (perbuatan
mereka yang diam terhadap kemungkaran) menunjukkan sikap meremehkan
perintah Allah, dan bahwasanya berbuat maksiat kepadaNya adalah suatu
yang ringan bagi mereka. Seandainya mereka memiliki rasa pengagungan
kepada Rabb mereka, niscaya mereka tidak akan menabrak apa-apa yang
diharamkan Allah, dan niscaya mereka akan marah terhadap apa yang
dimurkai Allah. Dan sesungguhnya diam terhadap kemungkaran -padahal
mampu untuk merubahnya- adalah sikap yang mendatangkan hukuman; karena
mendiamkan kemungkaran akan menimbulkan kerusakan-kerusakan yang besar:
Di antaranya : Itu menunjukkan sikap meremehkan dan menganggap enteng kemaksiatan.
Di antaranya :
Itu akan menumbuhkan keberanian bagi orang-orang yang gemar melakukan
maksiat dan orang-orang fasik untuk semakin berani melakukan maksiat,
bahkan secara terang-terangan.
Di antaranya :
Apabila kemungkaran dibiarkan, maka ilmu Agama akan semakin redup di
tengah masyarakat dan kejahilan justru akan semakin merajalela, karena
apabila kemaksiatan demi kemaksiatan begitu saja dilakukan orang, dan
dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha untuk merubahnya, maka masyarakat
yang memang minim dengan ilmu agama akan menganggap itu semua sebagai
suatu yang bukan maksiat.
Di antaranya :
Mendiamkan maksiat boleh jadi akan menyebabkan kemaksiatan menjadi
suatu yang bagus dalam pandangan masyarakat luas, sehingga sebagian
masyarakat akan meniru perbuatan pelaku maksiat karena menganggapnya
sebagai sesuatu yang bagus.” (Dikutip dari Tafsir as-Sa’di secara ringkas dan adaptasi, Ali Imran: 78-79).
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Karena itu, Amar Ma’ruf Nahi Munkar
adalah kewajiban setiap Muslim yang paling utama, yang akan menjadi
jalan keselamatan dan menghindarkan dari murka Allah, di dunia maupun di
akhirat. Amar Ma’ruf Nahi Munkar harus tegak, dalam segala
sekala sosial; individu, keluarga, masyarakat, nasional bahkan
interna-sional. Kita harus senantiasa ingat bahwa Amar Ma’ruf Nahi Munkar
adalah perintah Allah Subhanahu Wata’ala, yang mana Allah menjanjikan
keberuntungan bagi kita bila ditegakkan. Perhatikan FirmanNya,
وَلْتَكُن
مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada
di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung. (Ali Imran: 104).
Lebih dari itu, amar
ma’ruf nahi munkar adalah salah satu di antara sifat-sifat esensi
seorang Mukmin sejati, dan karenanya Allah menjanjikan rahmat bagi
mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ
سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ
“Dan orang-orang
Mukmin, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong sebagian
yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang
munkar, mendirikan Shalat, menunaikan Zakat dan mereka taat kepada
Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 71).
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Kepedulian kita untuk
merubah kemungkaran, adalah salah satu di antara barometer keimanan
kita. Coba kita simak dengan baik sabda Rasulullah Sallallahu ‘Alahi
Wasallam berikut ini:
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
مَا مِنْ
نَبِيٍّ بَعَثَهُ الله فِي أُمَّةٍ قَبْلِيْ إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ
أُمَّتِهِ حَوَارِيُّوْنَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُوْنَ بِسُنَّتِهِ
وَيَقْتَدُوْنَ بِأَمْرِهِ، ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ
خُلُوْفٌ يَقُوْلُوْنَ مَا لَا يَفْعَلُوْنَ وَيَفْعَلُوْنَ مَا لَا
يُؤْمَرُوْنَ؛ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ
جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ، فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ،ِ
فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذلك مِنَ الْإِيْمَانِ حَبَّةُ
خَرْدَلٍ.
“Tidaklah seorang
Nabi yang diutus oleh Allah sebelumku, melainkan dari umatnya, dia
memiliki para pembela yang setia dan sahabat-sahabat yang mengikuti
Sunnahnya dan mengikuti perintahnya, kemudian setelah itu datanglah
orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka perbuat, dan justru
melakukan apa yang tidak diperintahkan kepada mereka. Maka barangsiapa
yang memerangi mereka dengan tangannya, maka dia adalah seorang Mukmin,
barangsiapa yang memerangi mereka dengan lisannya, maka dia juga seorang
Mukmin, dan barangsiapa yang memerangi mereka dengan hatinya, maka dia
juga seorang Mukmin, dan tidak ada iman yang lebih rendah dari itu
meskipun sebesar biji sawi.” (HR. Muslim no. 50).
Kita memohon kepada Allah agar diberi kekuatan bashirah,
kekuatan hati, kekuatan ilmu, kekutan lisan untuk membedakan antara
yang hak dan yang batil, yang ma’ruf dan yang mungkar, kemudian kita
bersama-sama menegakkan yang ma’ruf dan memberantas segala bentuk
kemungkaran dan kebatilan. Dengan harapan semoga Allah menggolongkan
kita sebagai Mukmin sejati, melimpahkan rahmat bagi kita, dan menjadikan
kita sebagai orang-orang yang beruntung.
بَارَكَ الله
لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا الله مِنَ
الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ الله لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ
الْمُسْلِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA :
اَلْحَمْدُ لله
الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ
عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ
أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
قَالَ الله تعالى : (( يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ))
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ:
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
قَالَ الله تعالى : (( يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ))
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ:
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ،
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Oleh: Husnul Yaqin Arba’in
( Sumber: Dikutip dari buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta)
Empat Pelajaran dari Kisah Nabi Ibrahim AS dan Keluarganya
الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ
لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ
وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى
الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Puja dan Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan kenikmatan kepada kita sangat banyak sehingga kita sendiri
tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat itu. Karenanya dalam konteks
nikmat, Allah Swt tidak memerintahkan kita untuk menghitung tapi
mensyukurinya.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi kita Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut
setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Pada
hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 1432 H seluruh umat Islam di seantero
dunia memperingati hari raya Idul Adha atau hari raya qurban. Sehari
sebelumnya, 9 Dzulhijah 1432 H, jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah
haji wukuf di Arafah, berkumpul di Arafah dengan memakai ihram putih
sebagai lambang kesetaraan derajat manusia di sisi Allah, tidak ada
keistimewaan antar satu bangsa dengan bangsa yang lainnya kecuali takwa
kepada Allah. Dan Hari ini juga kita kembali di ingatkan kepada
kisah seorang kholilulloh kekasih Allah SWT, nabi Ibrahim as
yang Allah uji kecintaannya, antara cintanya kepada keluarga ( nabi
Ismail as dan Siti hajar ) dan cintanya kepada Allah. Alhamdulillah
cintanya kepada Allah melebihi dari segalanya, hal ini membuat kita
bahkan nabi Muhammad SAW harus mengambil pelajaran darinya.
Allah berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sesungguhnya
telah ada contoh teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengan dia.” (QS. Al Mumtahanah: 4)Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Minimal ada Empat pelajaran yang terdapat dari kisah nabi Ibrahim as dan keluarganya:
Pesan Pertama: Berbaik sangka kepada Allah SWT
Di dalam kitab; Anbiyaa Allah ( Nabi – Nabi Allah) di karang oleh Ahmad Bahjat beliau menjelaskan.
Pada
suatu hari, Ibrahim as terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba dia
memerintahkan kepada istrinya, Siti Hajar, untuk mempersiapkan
perjalanan dengan membawa bayinya. Perempuan itu segera berkemas untuk
melakukan perjalanan yang panjang. Pada saat itu nabi Ismail masih bayi
dan belum disapih.
Ibrahim as melangkahkan kaki menyusuri bumi
yang penuh dengan pepohonan dan rerumputan, sampai akhirnya tiba di
padang sahara. Beliau terus berjalan hingga mencapai pegunungan,
kemudian masuk ke daerah jazirah Arab. Ibrahim menuju ke sebuah lembah
yang tidak di tumbuhi tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada
pepohonan, tidak ada makanan, tidak ada minuman, tempat itu menunjukkan
tidak ada kehidupan di dalamnya.
Di tempat itu beliau turun dari
punggung hewan tunggangannya, kemudian menurunkan istri dan anaknya.
Setelah itu tanpa berkata-kata beliau meninggalkan istri dan anaknya di
sana. Mereka berdua hanya dibekali sekantung makanan dan sedikit air
yang tidak cukup untuk dua hari. Setelah melihat kiri dan kanan beliau
melangkah meninggalkan tempat itu.
Tentu saja Siti hajar
terperangah diperlakukan demikian, dia membuntuti suaminya dari belakang
sambil bertanya“Ibrahim hendak pergi ke manakah engkau?” Apakah engkau
akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?
Ibrahim
as tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan, Siti
hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim as tetap
membisu. Akhirnya Siti hajar paham bahwa suaminya pergi bukan karena
kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah memerintahkan suaminya
untuk pergi. Maka kemudian dia bertanya,“apakah Allah yang
memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami? Ibrahim menjawab,
“benar“. Kemudian istri yang shalihah dan beriman itu berkata,” kami
tidak akan tersia-siakan selagi Allah bersama kami. Dia-lah yang telah
memerintahkan engkau pergi. Kemudian Ibrahim terus berjalan meninggalkan
mereka.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Lihatlah, bagaimana nabi Ibrahim dan Siti hajar, mampu berbaik sangka kepada Allah SWT mereka meyakini bahwa selagi mereka bersama Allah, maka tidak akan ada yang menyengsarakannya, tidak akan ada yang dapat mencelakainya, tidak akan ada yang dapat melukainya.
Bila kita
lihat banyaknya manusia yang frustasi dalam kehidupan ini atau
banyaknya manusia sengsara bukan karena sedikitnya nikmat yang Allah
berikan kepada mereka akan tetapi karena sedikitnya husnu dzon
(berbaik sangka) kepada kebaikan Allah, Padahal nikmat yang Allah
berikan lebih banyak dari pada siksanya. Oleh karena itu kita harus
berbaik sangka kepada Allah karena Allah menjelaskan dalam hadits qudsi
bahwa Dia sesuai prasangka hambanya;
Dari Abu Hurairah RA berkata,
bersabda Rasulullah saw.: Allah berfirman:“Aku tergantung pada
prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia
mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan
jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan
mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika
ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku
sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan
mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan
berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari. (Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim).
Manusia wajib berbaik sangka kepada Allah apa
pun keadaannya. Allah akan berbuat terhadap hamba-Nya sesuai
persangkaannya. Jika hamba itu bersangka baik, maka Allah akan
memberikan keputusan yang baik untuknya. Jika hamba itu berburuk sangka,
maka berarti ia telah menghendaki keputusan yang buruk dari Allah
untuknya. Allah tidak akan menyia-nyiakan harapan hambanya yang berbaik
sangka kepada-Nya.
Seorang hamba yang bijak adalah mereka yang
senantiasa berbaik sangka kepada Allah dalam setiap keadaan. Jika ia
diberi kenikmatan, ia merasa bahwa hal ini adalah karunia dari Allah. Ia
tidak merasa dimuliakan dengan kenikmatan duniawi tersebut. Jika ia
diuji dengan penderitaan atau kekurangan, ia merasa bahwa Allah sedang
mengujinya agar ia dapat meraih tempat yang mulia. Ia tidak berburuk
sangka dengan menganggap Allah tidak adil atau Allah telah
menghinakannya.
Kita harus belajar kepada Siti hajar walaupun dia
seorang wanita yang baru mempunyai anak bayi, kemudian di tinggalkan
suaminya di padang pasir yang gersang, tetapi dia yakin jika ini adalah
perintah Allah maka Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Allah pasti akan
membantunya, kisah ini bukan hanya untuk Siti hajar saja, kisah ini
bukan untuk zaman itu saja, akan tetapi kisah ini akan terus berulang
pada setiap zaman bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambanya
yang senantiasa berbaik sangka kepada-Nya dalam segala hal.Pelajaran kedua: Mencari rezeki yang halal
Setelah Ibrahim as meninggalkan istri dan anaknya untuk kembali meneruskan perjuangannya berdakwah kepada Allah. Siti hajar menyusui Ismail sementara dia sendiri mulai merasa kehausan. Panas matahari saat itu menyengat sehingga terasa begitu mengeringkan tenggorokan. Setelah dua hari, air yang di bawah habis, air susunya pun kering. Siti hajar dan Ismail mulai kehausan. Pada waktu yang bersamaan, makanan pun habis, kegelisahan dan kekhawatiran membayangi Siti hajar.
Ismail mulai menangis karena kehausan. Kemudian sang ibu meninggalkannya sendirian untuk mencari air. Dengan berlari – lari kecil dia sampai di kaki bukit Shafa. Kemudian dia naik ke atas bukit itu. Di taruhnya kedua telapak tangannya di kening untuk melindungi pandangan matanya dari sinar matahari, kemudian dia menengok ke sana kemari, mencari sumur, manusia, kafilah atau berita. Namun tidak ada sesuatu pun yang tertangkap pandangan matanya. Maka dia bergegas turun dari bukit Shafa dan berlari – lari kecil sampai di bukit Marwa. Dia naik ke atas bukit itu, barangkali dari sana dia melihat seseorang, tetapi tidak ada seorang pun.
Hajar turun dari bukit Marwa untuk menengok bayinya. Dia mendapati Ismail terus menangis . tampaknya sang bayi benar-benar kehausan. Melihat anaknya seperti itu, dengan bingung dia kembali ke bukit Shafa dan naik ke atasnya. Kemudian dia ke bukit Marwa dan naik ke atasnya, Siti hajar bolak – balik antara dua bukit, Shafa dan Marwa, sebanyak tujuh kali.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Ada rahasia yang jarang di kupas dari kejadian ini..
Yaitu
kesungguhan Siti hajar dalam mencari air di keluarkan segala tenaganya
bolak balik dari Shafa dan Marwa, walaupun bolak balik dari Shafa dan
Marwa belum mendapatkan air dia terus berusaha. Walaupun akhirnya air
itu ada di dekat anaknya sendiri. Ini memberikan pelajaran kepada kita
untuk bersungguh-sungguh dalam menjemput rezeki dengan mengeluarkan
segala kemampuan yang kita miliki karena Kita di perintahkan bukan Cuma
melihat hasil tapi juga usaha dan tenaga yang kita keluarkan, Rasulullah
SAW sangat mencintai orang-orang yang bekerja keras.
Diriwayatkan
bahwa suatu ketika Rasulullah berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz
Al-Anshari. Ketika itu Rasulullah melihat tangan Sa’ad yang melepuh,
kulitnya gosong kehitaman seperti lama terpanggang matahari.Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu ?’
Sa’ad menjawab, ‘ Wahai Rasulullah, tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku,’
Seketika itu, Rasulullah mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata,’Inilah tangan yang tidak pernah tersentuh api neraka,’
Hikmah dari kisah ini yaitu terdapat tanggung jawab seorang Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari dalam menafkahi anak dan istrinya melalui rizki yang halal. Tangan yang semata-mata berada di jalan Allah SWT dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan Amanah.
‘Sesungguhnya Allah mencintai seorang mukmin yang giat bekerja.’(HR. Thabrani).
Rasulullah SAW bersabda,“Tidaklah sekali-kali seseorang itu makan makanan lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil jerih payahnya sendiri. Dan Nabi Daud AS itu makan dari hasil jerih payahnya sendiri.” (HR. Bukhari).
Bahkan Allah SWT berfirman:
فَإِذَا
قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ
اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴿١٠﴾
“Apabila
telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung. (QS. Al-Jumuah: 10)ayat ini memotivasi kita untuk bekerja keras, setelah melaksanakan shalat karena dengan bekerja kita akan mendapatkan rezeki yang halal.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
berhati-hatilah terhadap barang haram yang masuk ke tubuh kita, karena tidaklah tubuh yang di dalamnya ada barang haram kecuali neraka adalah lebih berhak untuk menjadi tempat kembalinya.
Rasulullah SAW: Wahai Sa’ad,
murnikanlah makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang terkabul doanya.
Demi yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya. Sesungguhnya seorang hamba
melontarkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya maka tidak akan
diterima amal kebaikannya selama empat puluh hari. Siapapun yang
dagingnya tumbuh dari yang haram maka api neraka lebih layak
membakarnya. (HR. Ath-Thabrani)
Dan juga ketika tubuh termasuki
dengan barang haram maka selama 40 hari amal ibadahnya tidak di terima
Allah akan tetapi dosa – dosa yang diperbuatnya di catat oleh malaikat.Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT
Pelajaran yang ke tiga: Berkorban untuk Allah SWT
Ketika
Ismail bertambah besar, hati Ibrahim as tertambat kuat kepada putranya.
Tidak mengherankan karena Ismail hadir di kala usia Nabi Ibrahim sudah
tua. Itulah sebabnya beliau sangat mencintainya. Namun Allah hendak
menguji kecintaan Ibrahim as dengan ujian yang besar disebabkan cintanya
itu.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا
بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا
تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ
اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴿١٠٢﴾
“Maka tatkala anak itu sampai
(pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai
anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.
Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
Termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash Shaaffat: 102 )
Renungkanlah
bentuk ujian yang telah Allah berikan kepada beliau. Bagaimana
kira-kira perasaan Ibrahim as pada saat itu? Pergulatan seperti apa yang
berkecamuk di dalam batinnya? Salah besar jika ada yang mengira bahwa
tidak ada pergulatan pada diri Ibrahim as. Tidak mungkin ujian sebesar
ini terbebas dari pergulatan batin. Ibrahim berpikir,” mengapa? Ibrahim
membuang jauh-jauh pikiran itu. Bukan Ibrahim namanya jikalau beliau
mempertanyakan kepada Allah“mengapa” atau“karena apa“karena orang yang
mencintai tidak akan bertanya mengapa? Ibrahim hanya berpikir tentang
putranya, apa yang harus beliau katakana kepada anak itu, saat beliau
hendak membaringkannya di atas tanah untuk disembelih?
Ibrahim
mengambil jalan yang paling baik, yaitu berkata yang jujur dan lemah
lembut kepada putranya, ketimbang menyembelihnya secara paksa.Lihatlah kepasrahan dan pengorbanan Ismail dan ayahnya Ibrahim mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta Allah. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Walaupun yang di korbankan adalah diri Ismail.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Sadarkah kita, bahwa saat ini kita sedang di ajari oleh seorang anak dan ayahnya tentang makna pengorbanan kepada Allah dalam segala hal di kehidupan ini,
Kata kurban dalam bahasa Arab berarti mendekatkan diri. Dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian ulama mengistilahkannya an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam QS Al-Kautsar (108): 2,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah“
Akan
tetapi, pengertian korban bukan sekadar menyembelih binatang korban dan
dagingnya kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Akan tetapi,
secara filosofis, makna korban meliputi aspek yang lebih luas.
Dalam
konteks sejarah, dimana umat Islam menghadapi berbagai cobaan, makna
pengorbanan amat luas dan mendalam. Sejarah para nabi, misalnya Nabi
Muhammad dan para sahabat yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi
ini memerlukan pengorbanan. Sikap Nabi dan para sahabat itu ternyata
harus dibayar dengan pengorbanan yang teramat berat yang diderita oleh
Umat Islam di Mekah ketika itu. Umat Islam disiksa, ditindas, dan
sederet tindakan keji lainnya dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah
pernah ditimpuki dengan batu oleh penduduk Thaif, dianiaya oleh Ibnu
Muith, ketika leher beliau dicekik dengan usus onta, Abu Lahab dan Abu
Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Para sahabat seperti
Bilal ditindih dengan batu besar yang panas di tengah sengatan terik
matahari siang, Yasir dibantai, dan seorang ibu yang bernama Sumayyah,
ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.
Tak hanya itu,
umat Islam di Mekah ketika itu juga diboikot untuk tidak mengadakan
transaksi dagang. Akibatnya, bagaimana lapar dan menderitanya keluarga
Rasulullah SAW. saat-saat diboikot oleh musyrikin Quraisy, hingga
beliau sekeluarga terpaksa memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan
kulit-kulit sepatu bekas.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Pelajaran keempat adalah Mendidik Keluarga
Nabi
Ismail tidak akan menjadi anak yang penyabar jika tidak mendapat
pendidikan dari ibunya dan Siti hajar tidak akan menjadi seorang yang
penyabar jika tidak di didik oleh nabi Ibrahim as. Dan nabi Ibrahim as
tidak akan dapat sabar jika tidak didikan dari Allah SWT melalui
wahyuNya.
Seorang anak dalam perkembangannya membutuhkan proses
yang panjang, maka peran orang tua dalam membentuk perilaku yang
berakhlaq mulia sangat dibutuhkan, perhatian sempurna kepada anak
semenjak dari masa mengandung, melahirkan hingga sampai masa Kewajiban
ini diberikan di pundak orang tua oleh agama dan hukum masyarakat.
Karena seseorang yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak dianggap
orang yang mengkhianati amanah Allah. Sebagian ahli ilmu mengatakan
bahwa Allah Swt. Pada hari kiamat nanti akan meminta pertanggungjawaban
setiap orang tua tentang perlakuan mereka kepada anaknya.
Sumber: http://www.dakwatuna.com