Custom Search

Sunday, July 22, 2012

Bersih hati dari iri dan dengki

Lihatlah suasana orang yang dilanda iri dengki, hatinya selalu risau dan larut dalam kebencian. Terlebih lagi jika orang yang didengki memperoleh keberhasilan dan mendapat nikmat. Inginnya nikmat tersebut segera sirna musnah tak berbekas. Jika dibiarkan, perasaan iri akan menjadi menjadi bibit dosa lain dan awal bergulirnya pelanggaran perintah Allah. Iblis menjadi mahluk terlaknat berawal dari iri, begitu pula pembunuhan pertama yang dilakukan manusia juga bermotifkan iri.

Berhenti, jangan teruskan!

Rasa iri bisa membuat orang gelap mata dan memandang selalu dengan suudzan. Kadang kebencian ini ditularkan kepada orang lain. Dikatakannya bahwa keberhasilan yang diraih orang yang dibencinya lewat jalan yang tidak benar. Ada juga yang mencibir, menebar fitnah bahkan membuat makar. Bila sudah begitu  iri hati lebih berbahaya daripada sakit kronis yang susah diobati.

Dengki timbul karena tiupan setan, karena itu segera redam dengan ber-taawwudz kepada Allah. Caranya dengan membaca ayat kursi dan muawwidzatain. Atau membaca, “Audzu bikalimatillahi at tammah min syarri ma khalaq.” (aku berlindung kepada kalimat allah yang sempurna dari kejelekan mahluk-Nya). Selagi iri hati belum berkobar, hentikan sekarang juga dan jangan teruskan!

Takdir Allah Tak Pernah Salah
Seorang ahli hikmah mengatakan, jika dilihat dari sisi takdir orang yang iri berarti sedang menantang tuhan. Alasannya ialah; pertama, membenci nikmat-Nya yang diberikan kepada orang lain. Kedua, merasa bahwa Allah tidak adil dalam membagi karunia. Ketiga, menganggap bahwa Allah bakhil terhadap dirinya. Keempat, menganggap hina hamba Allah dan menyanjung dirinya sendiri dan kelima, lebih menuruti bisikan iblis daripada perintah Allah. Rasa iri dengki tersebut muncul karena melihat orang lain memiliki kelebihan yang tak ia miliki. Bisa jadi berupa harta, bakat atau keahlian tertentu. Kebencian ini menjadi lebih besar bila orang yang didengkinya lebih rendah kedudukannya.

Semua nikmat dan kelebihan yang dimiliki hamba tak lain adalah bagian dari qadha’ dan qadar. Manusia tidak dikatakan beriman jika tidak mengimaninya. Allah memiliki sifat al ‘alim (dzat yang maha tahu) yang menentukan segalanya dengan ilmu-Nya. Karena itu memberi hambanya segala sesuatu yang terbaik baginya. Tugas manusia adalah meyakini sepenuhnya bahwa semua kenikmatan tersebut berasal dari Allah dan dibagikan sesuai dengan hikmah.

Tidak semua nikmat dapat membuat hamba bersyukur. Ada hamba yang lebih baik miskin daripada kaya. Sebab kemiskinan dapat membuatnya bersyukur bukan kekayaan. Misalnya adalah Qarun, yang dapat beriman tatkala miskin tapi melupakan Allah saat kunci-kunci gudang hartanya tidak sanggup dipanggul tujuh orang. Ada pula yang lebih tepat kaya, karena mampu mengatur kekayaannya sesuai tuntunan agama, misalnya sahabat Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.

Allah berfirman yang artinya, “Dan Jikalau Allah melampangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentunya mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi allah menurunkan apa yang dikehendakinya dengan ukuran. Sesungguhnya dia maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi maha melihat.” (QS. As Syura: 27)

Syukuri Apa yang Ada

Iri dan dengki membuat diri sendiri lupa terhadap banyaknnya nikmat yang diperoleh dan kelebihan yang dimiliki, hanya saja bentuk dan proporsinya berbeda. Ia lebih fokus pada kekurangannya bukan potensinya. Ia merasa kurang dan lemah, padahal bisa jadi orang yang didengki merasa tak lebih beruntung dari orang yang mendengki. Seperti itulah godaan setan, membisikkan bahwa ‘rumput tetangga lebih hijau’. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa tuntunan nafsu akan terhenti saat yang diinginkan dapat diperoleh. Sebab, tabiat nafsu selalu merasa kurang.

Karena itu, Rasulullah SAW memerintahkan selalu melihat ke ‘bawah’. Agar kita selalu sadar bahwa ada banyak orang yang lebih sulit keadaannya. Sehingga kita mensyukuri apa yang telah dimiliki.

“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan rupa, maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Batin akan merasa tenang bila dapat menyeimbangkan antara keinginan dan kenyataan. Dengan bersabar dan bersyukur ujian Allah dapat dilalui dengan mudah. Alkisah, seorang wanita cantik menikah dengan pria yang buruk rupa. Semua orang menyayangkan dan mencibir. Bahkan ada yang berkata bahwa si wanita terkena guna-guna. Tapi hal itu tak dapat membuat suami-istri tersebut goyah. Suatu hari sang istri berkata kepada suaminya, “Suamiku allah memberi ujian kepadamu berupa istri yang cantik, bersyukurlah. Sedangkan aku diuji dengan anda tapi aku bersabar. Kita berdua mendapat pahala.”

Arahkan Kepada yang Positif

Segala sesuatu tidak terjadi secara instan. Seseorang tidak begitu saja terlahir pintar tanpa belajar. Orang yang pandai berceramah juga melalui proses. Orang punya banyak teman karena pandai menjaga sikap dan tingkah lakunya. Intinya keahlian diperoleh dari latihan yang tekun dan kontinyu. Kadang, itu semua dilihat sebagai bakat dan telah ada sejak lahir, namun pada hakekatnya hal itu adalah rahmat dan kemudahan dari Allah SWT. Kullun muyassarun lima khuliqa lahu (setiap manusia dimudahkan menuju untuk apa ia diciptakan). Jangan lihat hasilnya tapi proses untuk mencapainya, begitu berat dan kadang mengharukan.

Bila melihat orang lain beroleh nikmat kenapa rasa iri yang harus muncul? Alangkah indahnya jika  turut merasa bahagia. Hati akan merasa lebih tenang dan ikatan ukhuwwah menjadi kian erat. Rasulullah saw bersabda,

“Tidak sempurna iman seorangpun dari kalian hingga mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini adalah tingkatan iman yang tinggi. Untuk menggapainya dengan melatih diri dengan sifat itsar (altruisme), mementingkan orang lain dibanding diri sendiri. Wallahu A’lam.

Saturday, July 7, 2012

Jadwal Pengisian Ibadah Ramadhan

AGar kita sukses dalam menjalani bulan Ramadhan, sebaiknya kita punya jadwal. sebagai contoh jadwal bisa di Download disini

Hukum Mencium Tangan dan Membungkukkan Badan

Tanya: “Ustadz benarkah bahwa mencium tangan orang dan membungkukkan badan maka hal tersebut bukanlah syariat Islam melainkan ajaran kaum feodalis? Jika demikian, mohon dijelaskan. Jazakumullah”.
Jawab: Ada beberapa hal yang ditanyakan:
Pertama, masalah cium tangan 
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan, “Tentang cium tangan dalam hal ini terdapat banyak hadits dan riwayat dari salaf yang secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadits tersebut shahih dari Nabi. Oleh karena itu, kami berpandangan bolehnya mencium tangan seorang ulama (baca:ustadz atau kyai) jika memenuhi beberapa syarat berikut ini.
1. Cium tangan tersebut tidaklah dijadikan sebagai kebiasaan. Sehingga pak kyai terbiasa menjulurkan tangannya kepada murid-muridnya. Begitu pula murid terbiasa ngalap berkah dengan mencium tangan gurunya. Hal ini dikarenakan Nabi sendiri jarang-jarang tangan beliau dicium oleh para shahabat. Jika demikian maka tidak boleh menjadikannya sebagai kebiasaan yang dilakukan terus menerus sebagaimana kita ketahui dalam pembahasan kaedah-kaedah fiqh.
2. Cium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan lebih baik dari pada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat sebagai realita yang ada pada sebagai kyai.
3. Cium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah Nabi yang sudah diketahui semisal jabat tangan. Jabat tangan adalah suatu amal yang dianjurkan berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Jabat tangan adalah sebab rontoknya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana terdapat dalam beberapa hadits. Oleh karena itu, tidaklah diperbolehkan menghilangkan sunnah jabat tangan karena mengejar suatu amalan yang status maksimalnya adalah amalan yang dibolehkan (Silsilah Shahihah 1/159, Maktabah Syamilah).
Akan tetapi perlu kita tambahkan syarat keempat yaitu ulama yang dicium tangannya tersebut adalah ulama ahli sunnah bukan ulama pembela amalan-amalan bid’ah.
Kedua, membungkukkan badan sebagai penghormatan
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَنْحَنِى بَعْضُنَا لِبَعْضٍ قَالَ « لاَ ». قُلْنَا أَيُعَانِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا قَالَ لاَ وَلَكِنْ تَصَافَحُوا
Dari Anas bin Malik, Kami bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apakah sebagian kami boleh membungkukkan badan kepada orang yang dia temui?”. Rasulullah bersabda, “Tidak boleh”. Kami bertanya lagi, “Apakah kami boleh berpelukan jika saling bertemu?”. Nabi bersabda, “Tidak boleh. Yang benar hendaknya kalian saling berjabat tangan” (HR Ibnu Majah no 3702 dan dinilai hasan oleh al Albani).
Dari uraian di atas semoga bisa dipahami dan dibedakan antara amalan yang dibolehkan oleh syariat Islam dan yang tidak diperbolehkan.


SUMBER ASLI

Friday, July 6, 2012

Keselamatan Bagi orang yang bertaqwa

Al Qur'an telah banyak memberikan petunjuk dan selalu diulang-ulang untuk menjadikan diri ini bertaqwa, karena dengan taqwa itulah yang akan mampu mengantarkan pada kehidupan mulia, dan derajat tertinggi. Ketaqwaan akan menjadi penentu kesuksesan yang selalu kita harapkan dalam berbagai munajad do'a, sehingga ketika kita berinteraksi di masyarakat inilah nilai-nilai ketaqwaan senantiasa tercerminkan. Buya Hamka memberikan gambaran atas orang yang bertawa itu selalu menjaga hubungan yang baik dengan Allah SWT, mereka sadar sehingga tidak ingin hubungan baik dengan-Nya itu putus ataupun jauh karena akan membawa keterpurukan kehidupan. Dari upaya yang konsisten untuk selalu menjaga hubungan yang baik inilah semakin membukakan kesadaran kepada kita bahwa sejatinya hidup kita tidak bisa terlepas dari Rahman dan Rahim-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur'an Surat Az-Zumar : 61 : Artinya : "Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita." Kemenangan yang diraih tersebut bukan berarti datang begitu saja, tetapi telah melalui perjuangan yang panjang, pergumulan yang melelahkan, dan berbagai benturan yang menyakitkan. Kerena prestasi ketaqwaan itulah sehingga Allah SWT layak memberikan kemenangan dan keselamatan. Orang yang bertaqwa senantiasa sadar bahwa dalam dinamika kehidupan senantiasa diwarnai dengan berbagai gejolak menegangkan dan menakutkan, yang kadang kala jika kita lemah dan lengah bisa jadi akan terbawa pada arus penyesalan karena ketidakmampuannya dalam mendayagunakan potensi diri yang telah menjadi bekal kehidupan ini. Allah SWT telah memberikan kekuatan tulang dan persendian sehingga bisa digerakkan, maka potensi inipun dipergunakan untuk memksimalkan ibadah semisal sholat, Allah SWT pun juga telah memberikan potensi pada diri ini untuk melihat dan membaca, mendengar dan memperhatikan, serta berfikir dan berzikir, sehingga dari potensi inilah sesungguh kita mampu meraih kemenangan dan kesuksesan. Karena kemalasan dan ketidakseriusan sehingga potensi diri ini menjadi kerdil dan mudah terkalahkan oleh problematika kehidupan membuat semakin jauh hubungannya dengan AllahSWT. Pada ayat yang lain Allah SWT telah memerintahkan untuk aktif dan selalu mencari jalan agar lebih mendekatkan diri ini pada-Nya, sebagaimana dalam Al Qur'an surat Al Maidah 35 :" Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang medekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah supaya kamu mendapat kemenangan". Semoga kita konsisten dengan taqwa untuk keselamatan dan kemenangan