Custom Search

Monday, December 12, 2011

Bertobat Dari Merokok

Fakta-fakta

§ Rekomendasi WHO, 10/10/1983 menyebutkan seandai nya 2/3 dari yang dibelanjakan dunia untuk membeli rokok digunakan untuk kepentingan kesehatan, niscaya bisa memenuhi kesehatan asasi manusia di muka bumi.

§ WHO juga menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok.

§ 90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina adalah disebabkan rokok.

§ Prosentase kematian disebabkan rokok adalah lebih tinggi dibandingkan karena perang dan kecelakaan lalulintas.

§ 20 batang rokok perhari menyebabkan berkurangnya 15% haemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah.

§ Prosentase kematian orang yang berusia 46 tahun atau lebih adalah 25 % lebih bagi perokok.

Dugaan-dugaan Dusta

§ Merokok membantu berfikir, padahal kenyataannya merokok bisa menceraiberaikan pikiran, mengurangi konsentrasi berfikir karena rokok menyebabkan penyempitan nafas dan keringnya tenggorokan.

§ Merokok membantu menenangkan urat saraf, padahal sebaliknya rokok berpengaruh buruk pada urat saraf, sebagaimana ia menyebabkan kencang nya detak jantung dan itu sangat berbahaya.

§ Merokok memperbanyak teman dengan saling menawar kan rokok dan berbasa-basi di dalamnya. Ternyata inipun keliru, sebab pada kenyataannya teman-teman yang dimaksud adalah teman-teman buruk.

§ Merokok menghilangkan rasa lelah, padahal justeru menambah kelelahan dan kepayahan karena tergang gunya banyak organ tubuh, seperti urat saraf, alat pencernaan dsb.

§ Merokok bisa mengusir kesedihan dan kegalauan, padahal ia mendatangkan kesedihan, kegalauan dan bencana, di antaranya karena ia harus terus merogoh kantongnya, dan dengan merokok berarti ia secara terang-terangan melakukan maksiat kepada Allah.

Bahaya Merokok

Merokok sangat berbahaya dan merusak kesehatan. Di antara bahaya merokok adalah:

o Melemahkan iman dan menjauhkan diri dari Tuhan.
o Mengurangi nafsu makan.
o Menyebabkan penyakit TBC.
o Menyebabkan sesak nafas.
o Menyebabkan sulitnya pencernaan makanan.
o Menyebabkan rusaknya hati.
o Menyebabkan berhentinya detak jantung.
o Menyebabkan penyakit kanker.
o Menyebabkan batuk dan lendir.
o Menyebabkan lemas dan kurus.
o Menyebabkan luka lambung.
o Menyebabkan kebakaran.
o Menyebabkan keengganan isteri terhadap suaminya.

Mungkin beberapa penyakit di atas belum tampak pada masa muda karena daya tahan tubuh yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Tetapi pada masa tua, berbagai penyakit itu akan bereaksi kecuali jika Allah menghendaki yang lain.

Bagaimana Memerangi Rokok ?

Tak disangsikan bahwa setiap penyakit ada obatnya. Adapun untuk mengatasi kecanduan merokok di antaranya adalah hal-hal berikut:

§ Tarbiyah (pendidikan) keimanan yang sungguh-sungguh untuk setiap individu masyarakat.

§ Adanya teladan yang baik saat di rumah, sekolah dan lingkungan lainnya.

§ Melarang para guru merokok di depan murid-murid nya terutama yang masih berusia belia.

§ Penerangan yang gencar dan intensif tentang bahaya merokok.

§ Membebankan pajak yang tinggi terhadap berbagai jenis rokok.

§ Melarang merokok di tempat-tempat kerja, stasiun, bandara dan tempat-tempat umum lainnya.

§ Menyebarkan fatwa para ulama yang menjelaskan tentang haramnya rokok.

§ Menyebarkan nasihat-nasihat dan peringatan-peringa tan para dokter tentang bahaya rokok.

§ Peringatan tentang bahaya rokok dalam ceramah-ceramah, khutbah dan lainnya.

§ Nasihat secara pribadi kepada perokok.

Serba-serbi Rokok

§ Setiap harinya ada 44 orang meninggal dunia di Inggris akibat rokok.

§ Setengah batang terakhir rokok mengandung zat yang jauh lebih berbahaya dari setengah yang pertama.

§ Pemerintah Italia pada tahun 1962 melalui UU. No. 65 melarang melakukan iklan rokok dan berbagai hal yang berkaitan dengannya.

§ Sebagian dokter berkata, dalil-dalil sangat kuat sehing ga sampai pada tingkat tidak ada jalan lain menurut perasaan kita sebagai dokter yang bertanggung jawab terhadap kesehatan umat manusia kecuali kita harus memperingatkan masyarakat dari bahaya rokok yang mengancam mereka. Karena itu mereka harus berhenti merokok!

§ Syaikh Muhammad bin Abdullah Al-Masuti sangat keras dalam hal rokok, sehingga buku-buku yang ditulisnya banyak membahas tentang haramnya rokok, di antaranya:
"Pemahaman dan Penjelasan tentang Bahaya Tembakau yang dikenal dengan Nama Rokok"
"Mutiara-mutiara Pilihan dalam Penjelasan Tentang Haramnya Tembakau yang dikenal dengan Nama Rokok."
"Penjelasan dan Keterangan Tentang Haramnya Merokok."
Dan dikatakan bahwa rokok dikenal di dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya sekitar tahun 1012 H.

Perlakuan Terhadap Perokok Tempo Dulu

Syaikh Abdullah bin Muhammad rahimahullah berkata: "Adapun orang yang mengisap rokok, jika ia mengisapnya setelah mengetahui hukumnya haram, maka ia dicambuk 80 kali dengan cambukan ringan yang tidak membahayakannya. Dan jika dia mengisapnya karena kebodohannya maka tidak ada sangsi atasnya dan ia diperintahkan bertobat dan beristighfar. Dan jika ada orang mengatakan, rokok itu tidak haram, juga tidak halal, maka dia adalah orang bodoh yang tidak mengerti apa yang dikatakannya.

Beliau juga mengatakan, 'Orang yang menanam tembakau harus dihukum, juga orang yang menyimpannya di dalam rumah atau mengisapnya, dia harus dihukum.'

Fatwa-fatwa

§ Tanya :
Ditanyakan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 'Apa hukum mengisap rokok berikut dalil nya dari Al-Qur'an dan Al-Hadits?'

Jawab :
Rokok adalah haram. Dalilnya adalah firman Allah:
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada mu." (An-Nisa: 29)
"Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195)
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan." (An-Nisa: 5)
Lalu Allah dalam banyak ayatNya melarang kita berlaku boros. Dan, tak diragukan lagi membeli rokok adalah pemborosan dan sekaligus perusakan kesehatan, sehingga termasuk hal yang dilarang. Dalam Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang membuang-buang harta. Dan tentu membelanjakan uang untuk rokok adalah mem buang uang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak boleh mendatangkan bahaya dan membalasnya dengan bahaya."
Dan semua tahu, merokok sangat membahayakan. Di samping itu, jika telah kecanduan rokok, seseorang akan sakit dan sesak dadanya jika tak mendapatkannya. Padahal itu sama dengan memaksakan untuk dirinya sesuatu yang tidak ia perlukan.

Akhir yang Memilukan

Ia seorang pemuda berusia 25 tahun dan pecandu rokok selama bertahun-tahun. Suatu ketika ia masuk ke rumah sakit karena sakit mendadak, yakni lemah jantung. Selama berhari-hari ia dirawat di ruang gawat darurat dengan berbagai peralatan kedokteran yang canggih. Dokter yang menangani pasien tersebut menyarankan kepada para perawat agar pasiennya itu dijauhkan dari rokok, karena rokok itulah penyebab utama sakitnya, bahkan dokter memerintahkan agar setiap yang besuk diperiksa agar tidak secara sembunyi-sembunyi memberi kan rokok kepadanya.

Selang beberapa lama kesehatannya pulih lagi. Ia kembali melakukan kegiatan-kegiatannya. Namun satu hal, ia tidak mengindahkan nasihat dokter agar berhenti merokok.
Suatu hari, pemuda tersebut hilang, orang-orang pun sibuk mencarinya. Mereka akhirnya menemukan pemuda tersebut tergeletak tewas di sebuah kamar mandi dengan memegang rokok. Kita berlindung kepada Allah dari kesudahan yang demikian.

Bagaimana Meninggalkan Kebiasaan Merokok?

Sekarang, Anda insya Allah telah terbuka untuk meyakini haramnya rokok. Juga, Anda telah meyakini bahaya-bahayanya, baik terhadap diri Anda sendiri maupun terhadap masyarakat. Mudah-mudahan Allah memudahkan Anda bertobat. Inilah yang diharapkan dari Anda. Jika Anda telah berusaha kuat meninggal kan kebiasaan merokok, maka ikutilah langkah-langkah berikut ini:

§ Setelah engkau ketahui bahaya-bahaya rokok, mulailah berfikir untuk meninggalkannya dan kuatkan keya kinanmu untuk itu dengan bertawakkal penuh kepada Allah.

§ Buatlah evaluasi harian tentang keburukan-keburukan rokok terhadap dirimu, teman-temanmu, anak-anakmu, tetangga-tetanggamu dan lainnya.

§ Jauhkanlah dirimu semampu mungkin dari merokok dan asap rokok. Usahakan untuk selalu berada pada udara yang bersih dan sibukkanlah dirimu dengan hal-hal yang bermanfaat.

§ Jika engkau telah mengetahui bahaya rokok dan engkau yakini haramnya, maka hendaknya engkau membenci dan meninggalkannya karena Allah, dan jauhilah dari berteman dengan para perokok.

§ Pakailah sikat gigi, siwak atau sejenisnya jika engkau diserang keinginan merokok kembali.

§ Kurangilah minum teh dan kopi, perbanyak makan buah-buahan dan makanan yang bergizi lainnya.

§ Usahakan setiap pagi setelah sarapan engkau minum juice jeruk, apel atau buah-buahan lainnya karena ia bisa mengurangi keinginan merokok.

§ Ketahuilah, barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya, dalam waktu dekat atau jauh.

§ Dan terakhir, hendaknya semua itu dilakukan dengan ikhlas, serta keinginan kuat untuk meninggalkannya yang terbit dari dalam hatimu sendiri. (ain).


Disadur dari kitab:
RASA'ILUT TAUBAH MINAT TADKHIN MUHAMMAD BIN IBRAHIM AL-HURAIQI

Berlindung Dari Fitnah

Berlindung kepada Allah, khususnya pada masa-masa fitnah sedang menyebar dan merajalela merupakan sebuah keharusan dan hal yang amat penting. Dan itu merupakan jalan yang paling tepat untuk terlepas dari kejahatan fitnah-fitnah itu, baik yang besar atau pun yang kecil.

Jika seseorang memperhatikan berbagai macam fitnah, seperti fitnah kehidupan dunia dengan iming-iming nafsu dan syahwatnya; Fitnah kematian, penghimpunan manusia di padang Mahsyar, serta huru-hara Akhirat; Fitnah kekacauan, pembunuhan dan peperangan; Fitnah tersumbatnya suara kebenaran dan merebaknya kebatilan; Fitnah ujub, besar kepala dan sebagainya, maka sungguh akan menggugah hati untuk menyelamatkan diri darinya dan mendorong untuk berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala, minta keselamatan dan terbebas dari segala keburukannya.

Fitnah Dunia

Fitnah dunia beserta isinya, berupa permainan, kesenangan dan syahwat mengharuskan kita untuk selalu berlindung kepada Allah dari keburukannya. Merupakan fitnah dunia yang sangat besar bagi seorang laki-laki adalah fitnah (ujian/godaan) wanita. Oleh karena itu Nabi Yusuf ’alaihis salam tatkala khawatir terhadap fitnah wanita, beliau mengatakan,
“Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh". (QS. 12:33)

Harta benda juga merupakan fitnah yang harus dimintakan perlindungan kepada Allah dari keburukannya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta perlindungan dari jahatnya fitnah kekayaan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits shahih tatkala berlindung dari berbagai fitnah dunia, salah satunya adalah, "Dan (aku berlindung) dari buruknya fitnah kekayaan." (HR. al-Bukhari, merupakan sebuah penggalan hadits)

Keluarga dan anak-anak juga merupakan fitnah dunia sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. 64:14-15)

Oleh karena itu seorang hamba harus memohon kepada Allah agar menjadikan keluarga dan anak cucunya sebagai qurrata ain, penyejuk hati dan pembawa kebaikan. Seorang muslim sadar bahwa keluarga dan anak-anak adalah merupakan fitnah dan ujian hidup. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang berkata, "Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. 25:74)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan do’a, "Dan aku berlindung kepada-Mu dari (keburukan) fitnah hidup."

Fitnah Syetan

Syetan adalah fitnah bagi manusia. Dia selalu menghiasi keburukan sehingga tampak indah dan baik, agar manusia tertipu dan tersesat. Fitnah syetan termasuk sangat besar. Ia selalu menggoda manusia dan mendampingi semenjak lahir hingga menjelang kematiannya. Maka Allah subhanahu wata’ala menganjur kan agar kita berlindung kepada-Nya dari segala gangguan syetan, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan katakanlah,“Ya Rabbku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syetan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan mereka kepadaku". (QS. 23:97-98)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa do’a dan dzikir kepada Allah merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim untuk menghadapi gangguan syetan. Diriwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya,
"Tidaklah seorang hamba mengucapkan setiap pagi dan sore (doa), "Dengan menyebut Nama Allah, yang dengan menyebut-Nya maka tidak berbahaya segala sesuatu yang berada di bumi dan di langit dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Dia ucapkan) sebanyak tiga kali maka tidak akan membahayakannya segala suatu apapun." (HR.Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dan sanadnya hasan)

Dan tatkala Abu Bakarradhiyallahu ‘anhu, meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengajar kan sebuah kalimat (doa) yang diucapkan ketika pagi dan sore hari, maka di antara yang diajarkan beliau adalah berlindung kepada Allah dari syetan dan sekutunya. Beliau bersabda, "Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku dan kejahatan syetan beserta sekutunya." (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Hakim, dishahihkan oleh adz-Dzahabi)

Fitnah Akhirat

Fitnah akhirat dimulai sejak seseorang masuk ke alam kubur hingga datangnya hari Kiamat dengan kedahsyatannya. Semua itu harus dimohonkan perlindungan kepada Allah subhanahu wata’ala agar kita selamat dari malapetaka nya, dan dengan keutamaan serta rahmat-Nya kita dimasukkan ke dalam surga.

Termasuk fitnah akhirat yang besar adalah fitnah kubur, yaitu pertanyaan di kubur terhadap seorang hamba tentang siapa Rabbnya, apa agamanya, siapa Nabinya dan seterusnya. Jika dia seorang yang istiqamah di atas agama Allah maka akan selamat dan dapat berbicara serta menjawab sesuai yang diridhai Allah subhanahu wata’ala. Jika dia menyepelekan agama dan zhalim maka akan mendapatkan kerugian dan mengucapkan kalimat kekufuran, kita berlindung kepada Allah dari hal itu.

Oleh karena itu dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlindung dari adzab kubur.

Fitnah al-Masih ad-Dajjal

Fitnah dajjal adalah termasuk fitnah terbesar yang akan dialami manusia menjelang hari Kiamat, dan dia merupakan salah satu tanda akan terjadinya Kiamat Kubra (kiamat besar). Tentang kapan munculnya dajjal, maka tidak seorang pun mengetahuinya, yang penting adalah bahwa seseorang tidak akan dapat selamat dari fitnah dajjal kecuali atas perlindungan Allah subhanahu wata’ala. Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta perlindungan kepada-Nya dari fitnah dajjal tersebut.

Dalam sebuah hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya,
"Barang siapa yang membaca sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi maka akan dijaga dari dajjal." Dan di dalam riwayat yang lain disebutkan, "Barang siapa yang membaca sepuluh ayat terakhir dari surat al-Kahfi maka akan dijaga dari dajjal." (HR. Muslim)

Fitnah Jahannam

Merupakan salah satu fitnah akhirat adalah fitnah adzab Jahannam. Semoga Allah menjaga kita darinya. Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala menganjurkan kepada kita untuk berlindung dari adzab Jahannam tersebut, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala tatkala menyebutkan di antara sifat hamba Allah, yang artinya
“Dan orang-orang yang berkata, "Ya Rabb kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasan yang kekal". Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. 25:65-66)

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlindung kepada Allah dari adzab Jahannam

Fitnah Orang Kafir

Salah satu fitnah yang dihadapi oleh orang mukmin di setiap tempat dan waktu adalah permusuhan orang-orang kafir. Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala menyebutkan tentang orang-orang mukmin pengikut Thalut alaihissalam, tatkala menghadapi musuh mereka Jalut dan tentaranya maka mereka berlindung kepada Allah dengan berdoa, sebagaimana firman Allah,
“Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdo'a, "Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokoh- kanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir". (QS. 2:250)

Allah subhanahu wata’ala berfirman tentang kaum Nabi Musa, artinya,
“Berkata Musa, "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawa-kallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri". Lalu mereka berkata, "Kepada Allah-lah kami bertawakal! Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir". (QS. 10:84-86)

Allah subhanahu wata’ala juga menyebutkan tentang Nabi Ibrahim dan kaumnya yang berd’oa kepada Allah,
"Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami Ya Rabb kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. 60:5)

Disebutkan dalam sebuah hadits shahih dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu dia berkata, "Ketika terjadi perang Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat ke arah kaum musyrikin yang berjumlah seribuan orang sedangkan shahabat beliau hanya tiga ratus tiga belas orang. Maka beliau menghadap kiblat lalu menengadahkan tangan berdoa kepada Rabbnya, "Ya Allah penuhilah untukku apa yang Kau janjikan, ya Allah datangkanlah kepadaku apa yang Kau janjikan. Ya Allah jika Kamu binasakan sekelompok ahlul Islam ini, maka Engkau tidak disembah di muka bumi." Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terus-menerus berdoa dengan menengadahkan tangan, menghadap ke kiblat sehingga kain yang ada di pundaknya terjatuh. Lalu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu datang mengambil kain itu kemudian meletakkannya kembali di pundak beliau. Dia lalu mendekat dari arah belakang Nabi dan berkata, "Wahai Nabi Allah, telah cukup permohonanmu kepada Allah, sesungguhnya Dia akan memberikan untukmu apa yang Dia janjikan kepadamu.” Maka Allah subhanahu wata’ala menurunkan ayat, “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang bertutut-turut". (QS. 8:9). (HR Muslim)

Amat banyak saudara kita di negeri Islam yang sedang menghadapi ujian dan cobaan dari orang kafir, berada dalam penindasan kaum salibis, zionis dan kapitalis. Maka kita hendaknya senantiasa memohon kepada Allah, agar segera mengentaskan musibah tersebut dengan secepatnya.

Fitnah Ujub dan Bangga Diri

Ujub, terpedaya dan bangga diri merupakan fitnah yang selayaknya dimintakan perlindungan kepada Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. 17:37)

Fitnah ini hendaknya diwaspadai khusunya oleh para aktivis dakwah, penyebar ilmu, para pejuang dan orang semisal mereka yang banyak dibutuhkan olah umat Islam di zaman ini. Hendaklah mereka hati-hati dari fitnah ini, dengan banyak berlindung dan bersandar kepada Allah subhanahu wata’ala, agar jangan menjadikan amalnya sebagaimana amal yang Dia firmankan,
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. 25:23).Hanya kepada Allah kita mohon pertolongan.

Sumber: Kutaib, “Dharuratu alluju’ ilallah ‘inda hudutsil fitan,” DR. Abdul Hamid bin Abdur Rahman al-Suhaibani

Berinteraksi Dengan Al-Qur'an

'Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur'an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.' ( Al Kahfi: 1-3)







Salawat serta salam bagi Nabi yang mu'jizatnya Al Qur'an, imamnya Al Qur'an, akhlaqnya Al Qur'an, dan penghias dadanya, cahaya hatinya juga penghilang kesedihannya adalah Al Qur'an: Nabi Muhammad bin Abdullah, dan keluarganya serta para sahabatnya, yang beriman dengannya, mendukung dan membantunya, serta mengikuti cahaya yang diturunkan kepadaanya, mereka adalah orang-orang yang beruntung, dan seluruh orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.







Amma ba'du:







Rabb kita telah memberikan kemuliaan kepada kita --sebagai kaum

Muslimin-- dengan menganugerahkan kitab suci yang terbaik yang diturunkan kepada manusia. Rabb kita juga, telah memuliakan kita dengan mengutus nabi yang terbaik yang pernah diutus kepada manusia. Sesuai firman Allah SWT:







'Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?' (Al Anbiyaa: 10).







Kitalah, kaum muslimin, satu-satunya umat yang memeliki manuskrip langit yang paling autentik, yang mengandung firman-firman Allah SWT yang terakhir, yang diberikan untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Dan anugerah itu terus terpelihara dari perubahan dan pemalsuan kata maupun makna. Karena Allah SWT. telah menjamin untuk memeliharanya, dan tidak dibebankan tugas itu kepada siapapun dari sekalian makhluk-Nya:







'Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.' (Al Hijr: 9).







Al Qur'an adalah kitab Ilahi seratus persen: '(Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.' (Huud:

1)







'Dan sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.' ( Fush-shilat: 41-42)







Tidak ada di dunia ini, suatu kitab, baik itu kitab agama atau kitab biasa, yang terjaga dari perubahan dan pemalsuan, kecuali Al Qur'an.

Tidak ada seorangpun yang dapat menambah atau mengurangi satu hurup-pun darinya.







Ayat-ayatnya dibaca, didengarkan, dihapal dan dijelaskan, sebagaimana bentuknya saat diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan ruh yang terpercaya (Jibril).







Al Quran berisikan seratus empat belas surah. Seluruhnya dimulai dengan basmalah (bismillahirrahmanirrahim). Kecuali satu surah saja, yaitu surah at Taubah. Ia tidak dimulai dengan basmalah. Dan tidak ada seorang pun yang berani untuk menambahkan basmalah ini pada surah at Taubah, baik dengan tulisan atau bacaan. Karena, dalam masalah Al Qur'an ini, tidak ada tempat bagi akal untuk campur tangan.







Perhatian kaum muslimin terhadap Al Quran sedemikian besarnya, hingga mereka juga menghitung ayat-ayatnya --bahkan kata-katanya, dan malah hurup-hurupnya--. Maka bagaimana mungkin seseorang dapat menambah atau mengurangi suatu kitab yang dihitung kata-kata dan hurup-hurupnya itu?!







Tidak ada di dunia ini suatu kitab yang dihapal oleh ribuan dan puluhan ribu orang, di dalam hati mereka, kecuali Al Qur'an ini, yang telah dimudahkan oleh Allah SWT untuk diingat dan dihapal. Maka tidak aneh jika kita menemukan banyak orang, baik itu lelaki maupun perempuan, yang menghapal Al Qur'an dalam mereka. Ia juga dihapal oleh anak-anak kecil kaum Muslimin, dan mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu. Demikian juga dilakukan oleh banyak orang non Arab, namun mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu. Dan salah seorang dari mereka, jika Anda tanya: 'siapa namamu?' --dengan bahasa Arab-- niscaya ia tidak akan menjawab! (Karena tidak paham bahasa Arab!, penj.). Ia menghapal Kitab Suci Rabbnya semata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, meskipun ia tidak memahami apa yang ia baca dan ia hapal, karena ia tertulis dengan bukan bahasanya.







Al Qur'an tidak semata dijaga makna-makna, kalimat-kalimat serta lafazh-lafazhnya saja, namun juga cara membaca dan makhraj hurup-hurupnya. Seperti kata mana yang harus madd (panjang), mana yang harus ghunnah (dengung), izhhar (jelas), idgham (digabungkan), ikhfa

(disamarkan) dan iqlab (dibalik). Atau seperti yang digarap oleh suatu ilmu khusus yang dikenal dengan 'ilmu tajwid Al Qur'an'.







Hingga rasam (metode penulisan) Al Qur'an, masih tetap tertulis dan tercetak hingga saat ini, seperti tertulis pada era khalifah Utsman bin Affan r.a., meskipun metode dan kaidah penulisan telah berkembang jauh.

Hingga saat ini, tidak ada suatu pemerintah muslim atau suatu organisasi ilmiah pun, yang berani merubah metode penulisan Al Qur'an itu, dan menerapkan kaidah-kaidah penulisan yang berlaku bagi seluruh buku, media cetak, koran dan lainnya yang ditulis dan dicetak, bagi Al Qur'an.







Allah SWT menurunkan Al Qur'an untuk memberikan kepada manusia tujuan yang paling mulia, dan jalan yang paling lurus.







'Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.' (Al Israa: 9)







'Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu

pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.' ( Al Maaidah: 15-16)







Al Qur'an adalah 'cahaya' yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, di samping cahaya fithrah dan akal:







'Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis).' (An Nuur: 35). Dan Al Qur'an mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai cahaya, dalam banyak ayat.







Seperti dalam firman Allah SWT:







'Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mu'jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur'an).' (An Nisaa: 174)







'Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (Al

Qur'an) yang telah Kami turunkan.' (At Taghaabun: 8).







Dan berfirman kepada para sahabat Rasulullah Saw dengan firman-Nya:







'Dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an).' (Al A'raaf: 157)







Di antara karakteristik cahaya adalah: Dirinya sendiri telah jelas, kemudian ia memperjelas yang lain. Ia membuka hal-hal yang samar, menjelaskan hakikat-hakikat, membongkar kebatilan-kebatilan, menolak syubhat (kesamaran), menunjukkan jalan bagi orang-orang yang sedang kebingungan saat mereka gamang dalam menapaki jalan atau tidak memiliki petunjuk jalan, serta menambah jelas dan menambah petunjuk bagi orang yang telah mendapatkan petunjuk. Dan jika Al Qur'an mendeskripsikan dirinya sebagai 'cahaya', dan dia adalah 'cahaya yang istimewa', ia juga mendeskripsikan Taurat dengan kata yang lain:







'Di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi).'







Seperti dalam firman Allah SWT:







'Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)'. (Al Maaidah: 44)







Demikian juga mendeskripsikan Injil seperti itu, seperti dalam firman Allah SWT tentang Nabi 'Isa:







'Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya

(ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi) .' (Al Maidah: 46)







Perbedaan dalam dua pengungkapan itu menunjukkan perbedaan antara Al Qur'an dengan kitab-kitab suci lainnya. Seperti diungkapkan oleh Al Bushiry dalam Lamiah-nya:







'Maha Besar Allah, sesungguhnya agama Muhammad Dan kitab sucinya adalah kitab suci yang paling lurus dan paling teguh Jangan sebut kitab-kitab suci lainnya di depannya Karena, saat mentari pagi telah bersinar, ia akan memadamkan pelita-pelita'.







Hal itu karena Al Qur'an ini datang untuk membenarkan kitab-kitab suci yang telah turun sebelumnya. Yaitu yang berkaitan dengan pokok-pokok aqidah dan akhlak, sebelum kitab-kitab itu dipalsukan dan diubah tangan manusia. Al Qur'an juga mengungguli kitab-kitab suci sebelumnya, yaitu dengan mengoreksi dan meluruskan tambahan-tambahan dan perubahan-perubahan yang telah disisipkan oleh manusia dalam kitab-kitab itu. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:







'Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan

sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.' (Al

Maaidah: 48)







Al Qur'an --sebagaimana ia diturunkan oleh Allah SWT-- mempunyai keunggulan-keunggulan yang membuatnya istimewa dibanding kitab suci lainnya. Ia adalah kitab Ilahi, kitab suci yang menjadi mukjizat, kitab yang memberikan penjelasan dan dimudahkan untuk dipahami, kitab suci yang dijamin pemeliharaan keautentikannya, kitab suci bagi agama seluruhnya, kitab bagi seluruh zaman, dan kitab suci bagi seluruh manusia.







Al Qur'an juga mempunyai maksud dan tujuan yang dibidiknya, di

antaranya: meluruskan kepercayaan-kepercayaan dan pola pandang manusia tentang Tuhan, kenabian, dan balasan atas amal perbuatan, serta meluruskan pola pandangan tentang manusia, kemuliaannya dan menjaga hak-haknya, terutama bagi kalangan yang lemah dan tidak berpunya.







Ia juga bertujuan untuk menghubungkan manusia dengan Rabbnya, agar manusia hanya menyembah-Nya semata dan bertaqwa kepada-Nya dalam seluruh urusannya.







Al Qur'an juga bertujuan untuk membersihakan jiwa manusia, yang jika jiwa itu telah bersih niscaya bersih dan baiklah seluruh masyarakat. Dan jika jiwa itu rusak, niscaya rusaklah masyarakat seluruhnya.







Ia juga berusaha membentuk keluarga yang kemudian menjadi pangkal kedirian suatu masyarakat. Juga mengajarkan sikap adil terhadap kalangan perempuan, yang merupakan pokok utama dalam bangunan keluarga.







Al Qur'an juga membangun umat yang saleh, yang dianugerahkan amanah untuk menjadi saksi bagi manusia, yang diciptakan untuk memberikan manfaat bagi manusia dan memberikan petunjuk bagi mereka.







Setelah itu, mengajak untuk menciptakan dunia manusia yang saling kenal mengenal dan tidak saling mengisolasi diri, saling memberi maaf dan tidak saling membenci secara fanatik, serta untuk bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, bukan dalam kejahatan dan permusuhan.







Kita berkewajiban untuk memperlakukan Al Qur'an ini secara baik: dengan menghapal dan mengingatnya, membaca dan mendengarkannya, serta mentadabburi dan merenungkannya.







Kita juga berkewajiban untuk berlaku baik terhadapnya dengan memahami dan menafsirkannya. Tidak ada yang lebih baik dari usaha kita untuk mengetahui kehendak Allah SWT terhadap kita. Dan Allah SWT menurunkan kitab-Nya agar kita mentadabburinya, memahami rahasia-rahasianya, serta mengeksplorasi mutiara-mutiara terpendamnya. Dan setiap orang berusaha sesuai dengan kadar kemampuannya.







Namun yang disayangkan, dalam bidang ini telah terjadi kerancuan yang berbahaya, yaitu dalam memahami dan menafsirkan Al Qur'an. Oleh karena itu harus dibuat rambu-rambu dan petunjuk yang mampu menjaga dari kekeliruan dalam usaha ini, serta perlu diberikan peringatan tentang ranjau-ranjau yang menghadang di jalan, yang dapat berakibat patal jika dilanggar.







Tidak selayaknya umat Al Qur'an mengalami hal yang sama yang pernah terjadi dengan umat Taurat, yang diungkapkan oleh Al Qur'an dalam

firman-Nya:







'Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.' (Al Jumu'ah: 5).







Kita juga harus berlaku baik terhadap Al Qur'an dengan mengikuti petunjuknya, mengerjakan ajarannya, menghukum dengan syari'atnya serta mengajak manusia mengikuti petunjuknya. Ia adalah manhaj bagi kehidupan individu, undang-undang bagi aturan politik, serta petunjuk dalam berdakwah kepada Allah SWT.







Inilah yang berusaha dilakukan buku ini dalam empat bab utamanya, dengan bertumpu --terutama-- pada Al Qur'an itu sendiri, karena ia adalah objek kita, namun ia juga petunjuk itu.







Umat kita pada abad-abad pertama --yang merupakan abad-abad yang paling

utama-- telah berinteraksi dengan baik terhadap Al Qur'an. Mereka berlaku baik dalam memahaminya, mengetahui tujuan-tujuannya, berlaku baik dalam mengimplementasikannya secara massive dalam kehidupan mereka, dalam bidang-bidang kehidupan yang beragam, serta berlaku baik pula dalam mendakwahkannya. Contoh terbaik hal itu adalah para sahabat.

Kehidupan mereka telah diubah oleh Al Quran dengan amat drastis dan revolusioner. Al Qur'an telah merubah mereka dari perilaku-perilaku jahiliyah menuju kesucian Islam, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke dalam cahaya. Kemudian mereka diikuti oleh murid-murid mereka dengan baik, untuk selanjutnya murid-murid generasi berikutnya mengikuti murid-murid para sahabat itu dengan baik pula. Melalui mereka itulah Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia, membebaskan negeri-negeri, memberikan kedudukan bagi mereka di atas bumi, sehingga mereka kemudian mendirikan negara yang adil dan baik, serta peradaban ilmu dan iman.







Kemudian datang generasi-generasi berikutnya, yang menjadikan Al Qur'an terlupakan, mereka menghapal hurup-hurupnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya. Mereka tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan apa yang menjadi prioritas Al Qur'an, tidak menganggap besar apa yang dinilai besar oleh Al Qur'an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh Al Qur'an. Di antara merek ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir dengan sebagiannya lagi, seperti yang dilakukan oleh Bani Israel sebelum mereka terhadap kitab suci mereka. Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan Al Qur'an, seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil berkah dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan ayat-ayat Al Qur'an, namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam mengikut dan menjalankan hukum-hukumnya. Seperti difirmankan oleh Allah SWT:







'Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.' (Al An'aam: 155)







Tidak ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan, ketertinggalan dan keterpecah-belahan mereka selain dari kembali kepada Al Qur'an ini, dengan menjadikannya sebagai panutan dan imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur'an sebagai petunjuk. (qaradawi.net)


Penulis: Dr. Yusuf Qardawi

BERIMAN KEPADA YANG GHOIB

" ( Orang- orang bertaqwa itu ) yang beriman kepada yang ghoib dan mendirikan sholat serta menginfakkan rezki yang Kami berikan kepada mereka" (Q.S Al Baqoroh:3)



Penjelasan:

Beriman adalah ungkapan keyakinan dan kepercayaan terhadap sesuatu. Ghoib adalah segala sesuatu yang tidak tampak oleh panca indra manusia. Beriman kepada yang ghoib menurut seorang ulama bernama Abul Aliyah, "Beriman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan Rasul-rasul, surga dan perjumpaan dengan Allah SWT diakhirat serta hidup sesudah mati, semua itu ghoib." Sedangkan ulama lain bernama Atho` berkata, "Orang yang beriman kepada Allah SWT berarti dia beriman kepada yang Ghoib."



Kehidupan kita memang untuk ujian, banyak hal yang Allah SWT berikan kepada kita melalui kitab suci Al Qur`an dan informasi-informasi Rasulullah SAW dan kita hanya diminta, sebagai orang yang beriman, untuk meyakininya sedangkan kita tidak pernah melihatnya dan tidak bisa membuktikannya secara empiris sampai kita mengalaminya nanti. Karena informasi itu dari Allah SWT melalui Rasul-rasul-Nya, maka kita beriman dan meyakini kebenarannya. Berbeda dengan orang atheis yang menolak hal seperti itu. Diantara yang harus kita yakini terhadap hal-hal ghoib ini adalah;



Beriman kepada akan terjadinya hari kiamat ( lihat Q.S Al Qiyamah )

Beriman kepada hari Akhirat. Termasuk beriman kepada hari akhirat adalah ;

Beriman kepada kebangkitan sesudah mati ( lihat Q.S Al Anbiya: 104, dan Al Mukminun: 15-16 ). Rasulullah SAW bersabda, "Manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat tanpa alas kaki dan telanjang." ( H.R. Bukhori dan Muslim )

Beriman kepada perhitungan dan pembalasan sesuai dengan perbuatannya ( lihat Q.S Al Ghosiyah: 25-26, Al An`am: 160 dan Al Anbiya : 47 )

Beriman kepada syurga dan neraka. Syurga sebagai tempat yang menyenangkan bagi orang-orang yang bertaqwa ( lihat Q.S.Al Bayyinah: 7-8 dan Al Ahzab:17 ).Sedangkan neraka sebagai tempat penyiksaan bagi orang-orang kafir dan dzalim yang ingkar kepada Allah SWT dan tidak mentaati rasul-rasul-Nya ( lihat Q.S Al Imran:131, Al Kahfi:29 dan Al Ahzab:64-66 ).

Termasuk beriman kepada hari kemudian adalah beriman kepada fitnah dan pertanyaan di kuburan ( H.R Bukhori dan Muslim ). Dan beriman terhadap adanya siksa kubur atau kenikmatan di dalamnya ( lihat Q.S Al An`am:93 dan Ghofir:46 ). Dan Rasulullah SAW memperingnatkan kita agar selalu berlindung dari adzab kubur (H.R Muslim ).

Paling tidak ada 3 keuntungan bagi orang yang beriman kepada yang Ghoib, yaitu;



Mendorong untuk beramal sholeh dengan harapan pahala dihari kemudian.

Merasa takut untuk bermaksiat karena pedihnya siksaan dihari itu.

Hiburan bagi orang beriman kalau tidak memperoleh kenikmatan dunia karena akan mendapatkannya yang jauh lebih baik dari dunia dan seisinya.





Oleh :

Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

Bersilaturrahim dan berbuat baik kepada orang tua merupakan ajaran yang menjadi ketetapan Kitabullah Al-Qur'an dan Al-Hadits. Allah Ta'ala berfirman: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya". (Al-Isra': 23)

Wa Qadha Rabbuka berarti suatu perintah yang lazim tidak bisa ditawar-tawar lagi dan Alla Ta'budu Illa Iyahu berarti perintah ibadah yang bersifat individu.

Allah menghubungkan beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada orang tua menunjukkan betapa mulianya kedudukan orang tua dan birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) di sisi Allah.

Secara naluri orang tua dengan suka rela mau mengorbankan segala sesuatu untuk memelihara dan membesarkan anak-anaknya dan anak mendapatkan kenikmatan serta perlindungan sempurna dari kedua orang tuanya.

Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian orang tuanya dan tatkala menginjak masa tua mereka pun tetap berbahagia dengan keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa cepat seorang anak melalai-kan semua jasa-jasa orang tuanya, hanya disibukkan dengan isteri dan anak sehingga para bapak tidak perlu lagi menasihati anak-anaknya hanya saja seorang anak harus diingatkan dan digugah perasaannya atas kewajib-an mereka terhadap orang tuanya yang sepanjang umurnya dengan berbagai kesulitan dihabiskan untuk mereka serta mengorbankan segala yang ada demi kesenangan dan kebahagiaan mereka hingga datang masa lelah dan letih.

Maka berbuat baik kepada kedua orang tua menjadi keputusan mutlak dari Allah dan ibadah yang menempati urutan kedua setelah beribadah kepada Allah: "Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliha-raanmu". (Al-Isra': 23)

Kibar atau kibarul sin artinya berusia lanjut, umur sudah mulai menua, punggung sudah mulai membung-kuk dan kulit sudah mulai keriput. 'Indaka yang berarti pemeliharaan yaitu suatu kalimat yang menggambarkan makna tempat berlindung dan berteduh pada saat masa tua, lemah dan tidak berdaya.

Allah Ta'ala berfirman: "Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka". (Al-Isra': 23)

Seakan-akan Allah berfirman; Bersopan santunlah kamu kepada orang tua! Dengan demikian ayat tersebut mengajarkan sikap sopan agar seorang anak tidak menunjukkan sikap kasar serta menyakitkan hati atau merendahkan kedua orang tua. Allah Ta'ala berfirman: "Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia".

Ini tingkatan yang lebih tinggi lagi yaitu keharusan bagi anak untuk selalu mengucapkan perkataan yang baik kepada kedua orang tua dan memperlihatkan sikap hormat serta menghargai. Allah Ta'ala juga berfirman: "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang".

Seolah-olah sikap rendah diri memiliki sayap dan sayap tersebut direndahkan sebagai tanda penghormatan dan penyerahan diri dalam arti sikap rendah diri yang selayaknya diperintahkan kepada kedua orang tua, seba-gai pengakuan tulus atas kebaikan dan jasa-jasanya.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku kasihilah me-reka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al-Isra': 24)

Penyebutan kondisi masa kecil yang lemah yang membutuhkan perawatan dari kedua orang tua meng-ingatkan kepada kondisi yang sama yang sedang dialami orang tua tatkala menginjak lanjut usia yang selalu membutuhkan kasih sayang dan perawatan semisal. Lalu memohon kepada Allah agar bisa memberi belas-kasih kepada mereka berdua sebagai pengakuan atas kekurangan dalam memberi kasihsayang secara sem-purna dan hanya Allahlah yang bisa memberi kasih-sayang atau perawatan yang sangat sempurna serta hanya Dialah yang mampu membalas semua kebaikan dengan sempurna yang tidak mungkin bagi anak untuk melakukannya.

Bukti kasih sayang Allah banyak sekali yang tampak pada makhluk lain. Suatu contoh cahaya mata-hari yang menyinari alam semesta, udara yang dihirup manusia melalui proses paru-paru, air berfungsi untuk minum, masak dan menyiram tanaman dan kasih sayang ibu terhadap anaknya yang muncul secara fitrah sebagai bukti nyata kasih sayang Allah Rabb semesta alam.

Orang mulia dan baik kepada kedua orang tua akan selalu tahu kedudukan serta kemuliaan orang tua, dia merasakan tatkala mencium tangan ibu atau bapak-nya seolah-olah dia bersujud dengan ruh dan perasaan-nya laksana bersujud kepada Allah, dia mendapatkan jati diri yang sebenarnya sebagai suatu rahasia dalam kehidupan. Semua itu menjadi bukti penghargaan dan penghormatan kepada kedua orang tua. Allah Ta'la berfirman: "Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya . Dan jika kedua-nya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti ke-duanya". (Al-Ankabut: 8).

Orang tua adalah kerabat terdekat yang mempu-nyai jasa yang tidak terhingga dan kasih sayang yang besar sepanjang masa sehingga tidak aneh bila hak-haknya juga besar.

Seorang anak wajib mencintai, menghormati dan memelihara orang tua walaupun keduanya musyrik atau berlainan agama, keduanya berhak untuk diberi kebaik-an dan pemeliharaan bukan mentaati dan mengikuti kesyrikan atau agamanya. Allah Ta'ala berfirman: "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang ber-tambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun." (Luqman : 14)

Disebutkan berulang-ulang serta banyak sekali wasiat untuk seorang anak agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya di dalam Al-Qur'an dan wasiat Rasul shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak disebutkan wasiat orang tua untuk berbuat baik terhadap anaknya kecuali sedikit.

Karena kebaikan dan pengorbanan orang tua berupa jiwa, raga dan kekuatan yang tak terhitung tanpa berkeluh kesah dan meminta balasan dari anaknya, secara fitrah(naluri) sudah cukup sebagai pendorong kedua orang tua untuk bersikap demikian tanpa ditekan dengan wasiat. Adapun anak harus selalu diberi wasiat dan diingatkan agar senantiasa ingat akan jasa-jasa orang yang selama ini telah mencurahkan jiwa dan raga serta seluruh hidupnya dalam membesarkan dan mendidiknya. Apalagi seorang ibu selama mengandung mengalami banyak beban berat sebagaimana firman Allah Ta'ala (ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah), ibu lebih banyak menderita dalam membesarkan dan mengasuh anaknya, dan penderitaan di saat hamil tidak ada yang bisa merasakan payahnya kecuali kaum ibu juga.

Al-Bazzar meriwayatkan hadits dari Buraidah dari bapaknya bahwa ada seorang lelaki yang sedang thawaf sambil menggendong ibunya, lalu dia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: " Apakah dengan ini saya sudah menunaikan haknya?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Belum! Walaupun se-cuil".

Dari Al-Miqdam bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, sesungguhnya Allah berwa-siat agar berbuat baik kepada bapak-bapakmu dan sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu". (Dishahih-kan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah)

Anak adalah bagian hidup dan belahan hati orang tua, kasih sayangnya mengalir di dalam darah daging keduanya.

Dari 'Aqra' bin Habis sesungguhnya dia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mencium Hasan, lalu dia berkata: "Sesung-guhnya saya mempunyai sepuluh orang anak dan saya tidak pernah mencium seorangpun di antara mereka. Beliau bersabda: "Sesungguhnya barangsiapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayang". (Muttafaq 'alaih)

Al-Ahnaf bin Qais rahimahullah ditanya tentang masalah sikapnya terhadap anak, maka beliau menjawab: Anak adalah buah hati, belahan jiwa dan tulang punggung, kita rela terhina bagaikan bumi rela diinjak demi mereka dan bagaikan langit yang siap menaungi hidup mereka dan kita siap menjadi senjata pelindung bagi mereka dalam menghadapi marabahaya. Jika mereka minta sesuatu kabulkanlah dan bila marah cari sesuatu yang menye-nangkan hatinya, maka mereka akan membalas kasih sayangmu dan berterimakasih atas setiap pemberian-mu. Janganlah kalian merasa berat dan terbebani oleh anakmu, sebab mereka akan mengacuhkan hidupmu dan menghendaki kematianmu serta segan mendekati-mu.

Apabila seorang anak di mata orang tua keduduk-annya seperti itu, seharusnya anak menempatkan posisi orang tua tidak kurang dari itu dalam menghormati dan memuliakan orang tua mereka sebagai bukti balas budi dan pengakuan terhadap kebaikan yang telah didapat dari orang tua. Di samping tetap melestarikan kewajiban silaturrahim kepada mereka berdua sesuai ketentuan Kitabullah.

Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga macam doa yang pasti terkabulkan; doa orang tua untuk anaknya, doa orang musafir dan doa orang yang teraniaya". (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Al-Albani).

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta izin untuk ikut serta berjihad, maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Dia berkata: "Ya, masih hidup". Beliau bersabda: "Maka berjihadlah dalam (menjaga) keduanya".

Dari Abu Bakrah berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Maukah kalian aku ceritakan tentang dosa yang paling besar?" Kami menjawab: "Ya wahai Rasu-lullah". Beliau bersabda:
"Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Beliau waktu itu bersandar, maka terus duduk dan bersabda: "Ketahuilah, dan perkataan dusta". (Shahihul Jami')

Dari Abdullah Ibnu Mas'ud berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: Apakah amal yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab: "Shalat pada waktunya." Saya bertanya: "Lalu apalagi?" Beliau bersabda: "Berbuat baik kepada orang tua". Saya bertanya: "Kemudian apalagi?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersab-da: "Jihad di jalan Allah". (Muttafaq 'alaih)

Dari Jabir bin Abdullah sesungguhnya seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah sesungguhnya saya mempunyai harta dan anak, dan bapak saya meng-inginkan hartaku. Maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Engkau dan hartamu adalah milik bapakmu". (Muttafaq 'alaih).

Dan petunjuk birrul walidain yang terbaik adalah sikap yang telah ditunjukkan oleh para nabi 'alaihimus shalatu wa salam sebagai simbol anutan dan petunjuk bagi setiap manusia.

Nabi Ismail 'alaihi salam berkata dan ucapannya diabadi-kan dalam firman Allah Ta'ala: "Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar". (Ash-Shafaat: 102).

Nabi Nuh 'alaihi salam berkata juga dan ucapannya dise-butkan dalam firman Allah Ta'ala: "Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman". (Nuh: 28)

Nabi Isa 'alaihi salam juga disifati oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya: "Dan berbakti kepada ibuku". (Maryam: 32)

Nabi Yahya 'alaihi salam juga disifati oleh Allah Ta'ala demikian yang disebutkan dalam firman Allah: "Dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka". (Maryam: 14)

Betapa indahnya bila seorang muslim bisa mencontoh dan mengikuti jejak para nabi.

Wahai anakku siang malam sepanjang umurku, aku korbankan untukmu agar kalian berbahagia, kedua orang tuamu letih dan menderita serta hati gundah bila engkau sedang sakit dan wajahmu pucat. Anakku tercin-ta. Itulah kalimat yang sering diulang-ulang oleh seorang ibu atau bapak.

Wahai seorang anak! Ingatlah jasa kedua orang tuamu yang besar tatkala engkau masih berada dalam kandungan, di saat kau masih bayi dan setelah kau menginjak remaja hingga engkau menjadi orang dewasa. Sekarang tiba saatnya kedua orang tuamu membutuh-kan kasih sayang dan perhatian darimu. Sementara engkau hanya sibuk mengurusi isteri dan anak-anakmu hingga orang tuamu engkau abaikan, padahal orang arab jahiliyah dulu menganggap aib dan harga diri jatuh jika ada seorang anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Peribahasa-peribahasa Arab menceritakannya, menuduhnya dengan gambaran yang sangat jelek sekali bahkan memberinya julukan dengan julukan-julukan yang sangat keji. Akan tetapi kita membaca banyak cerita di zaman sekarang tentang cerita anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.

Abu Ubaidah At-Taimy dalam kitabnya, Al-'Aqaqah wal Bararah menuturkan beberapa contoh orang-orang yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya dan beberapa contoh orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya. Seorang dari bani Qurai' bernama Murrah bin Khattab bin Abdullah bin Hamzah pernah mengejek dan terkadang memukul orang tuanya, se-hingga bapaknya berkata:

Saya besarkan dia tatkala dia masih kecil bagaikan anak burung yang baru lahir yang masih lemah tulang-belulangnya. Induknya yang menyuapi makan sampai melihat anaknya sudah mulai berkulit sempurna.

Dan contoh lain yang durhaka kepada orang tua-nya adalah putra Umi Tsawab Al-Hazaniyah, dia durhaka kepada ibunya karena isterinya selalu menghalangi untuk berbuat baik kepada ibunya, sehingga ibunya mengungkapkan kepedihan hati dalam sebuah syair:

Saya mengasuhnya di masa kecil tatkala masih seper-ti anak burung, sementara induknya yang menyuapi makanan dan melihat kulitnya yang masih baru tumbuh.

Setelah dewasa dia merobek pakaianku dan me-mukul badanku, apakah setelah masa tuaku aku harus mengajari etika dan adab.

Dan juga Yahya bin Yahya bin Said, suatu ketika dia pernah menyusahkan bapaknya lalu bapaknya meng-hardiknya dengan menulis syair:

Semenjak lahir dan masa bayi yang masih kecil aku mengasuhmu, dan saya selalu berusaha agar engkau menjadi orang tinggi dan berkecukupan.

Di malam hari engkau mengeluh sakit hingga tidak bisa tidur. Keluhan itu membuatku gundah dan ketakutan.

Jiwa selalu gelisah memikirkan keselamatan untuk dirimu, sebab aku tahu setiap jiwa terancam oleh ke-matian.

Contoh-contoh di atas merupakan sebagian dari beberapa kasus anak durhaka kepada kedua orang tua-nya yang terjadi pada masa lampau dan sekarang.

Dan di dalam sebagian lagu-lagu masyarakat jahili-yah dahulu, yang sering para wanita lantunkan adalah: Ya Allah, apa yang harus saya perbuat terhadap anakku yang durhaka, di masa kecil aku dengan susah payah membesarkannya, setelah menikah dengan seorang putri Romawi dia berbuat semena-mena terhadapku. Wanita ini mengadu kepada Allah terhadap sikap anaknya yang telah diasuh dengan susah payah, tetapi setelah menikah dengan wanita nasrani Romawi, dia melupakan ibunya.

Adapun contoh orang-orang yang berbuat baik kepada orang tua antara lain; cerita tiga orang yang terjebak dalam gua, di antara mereka ada yang mengata-kan: "Tidak ada cara yang mampu menyelamatkan kalian kecuali bertawassul dengan amal shalih kalian. Seorang di antara mereka berdo'a: "Ya Allah saya mempunyai dua orang tua yang lanjut usia dan saya sekeluarga tidak makan dan minum di malam hari sebelum mereka berdua, pada suatu saat saya pernah pergi jauh untuk suatu keperluan sehingga saya pulang terlambat dan sesampainya di rumah saya mendapatkan mereka berdua dalam keadaan tidur. Lalu saya memerah susu untuk malam itu, tetapi mereka berdua masih tetap tidur pulas, sementara saya tidak suka jika makan dan minum sebelum mereka. Akhirnya saya menunggu sambil memegang susu hingga mereka berdua ter-bangun, sampai fajar terbit mereka berdua baru bangun lalu meminum susu. Ya Allah jika perbuatan yang telah aku kerjakan tersebut termasuk perbuatan ikhlas karena mencari wajahMu, maka hilangkanlah kesulitan kami dari batu besar ini, lalu batu itu pun bergeser dari mulut gua.

Masih banyak contoh-contoh lain tentang orang-orang yang berbakti kepada orang tua baik di masa lampau maupun sekarang yang tidak mungkin kita ceritakan seluruhnya, kebaikan tersebut mereka per-sembahkan kepada orang tua sebagai balasan atas jasa-jasa, perhatian dan pemeliharaan mereka dan sebagai bukti pengakuan tulus dan akhlak mulia. Ini semua mengharuskan kepada setiap anak untuk mengingat kebaikan yang selalu mengalir tak ada hentinya hingga akhir hayat.

Sebagian orang-orang shalih sebelum berangkat kerja ada yang menyempatkan diri singgah ke rumah orang tuanya sambil mencium tangannya untuk memin-ta restu dan menanyakan keadaan serta kesehatan mereka. Lalu berangkat ke tempat kerja. Sikap mulia dan terpuji ini, sangat baik jika dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat.

Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hu-rairah bahwa dia berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Celakalah, celakalah". Beliau ditanya: "Siapa wahai Rasulullah? Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seseorang yang mendapati orang tuanya, dan salah satu atau keduanya berusia lanjut, kemudian tidak masuk Surga".

Dari Abdullah bin Umar berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiga orang tidak masuk Surga dan tidak dilihat Allah pada hari Kiamat; Orang yang durhaka kepa-da orang tua, wanita yang menyerupai laki-laki dan dayyuts. (HR. Ahmad)

Durhaka kepada orang tua adalah perbuatan zhalim besar dan sikap tidak tahu diri.

Rasulullah yang mengajari umat manusia etika dan tata krama mengetahui kedudukan dan fungsi seorang ibu dan bapak kemudian memberikan petunjuk kepada setiap orang mukmin agar menjadi umat yang bertang-gung jawab.

Di antara bentuk birrul walidain setelah orang tuanya meninggal adalah dengan menyambung hubung-an kerabat dengan teman dan sahabat orang tuanya.

Dari Abdullah bin Umar berkata sesungguhnya saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya perbuatan yang terbaik adalah me-nyambung hubungan kerabat dengan sahabat orang tuanya". (Shahihul Jami', Al-Albani)

Bukti cinta dan berbakti kepada orang tua adalah menghormati dan menjaga hubungan persahabatan orang tua dengan teman-temannya. Pada saat seseorang mempererat hubungan persahabatan dengan teman bapaknya, merupakan bukti dalam berbakti kepada orang tua dan pertanda hasil baik pendidikan orang tua kepada anak.

Imam Muslim dalam kitab shahihnya menyebutkan tentang bab keutamaan menyambung hubungan persa-habatan dengan teman-teman bapak atau ibu. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya perbuatan yang terbaik adalah menyambung hubungan persahabatan dengan saha-bat orang tuanya".

Dan juga hadits tentang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam meng-hormati teman-teman Khadijah setelah wafatnya.

Para ulama mengatakan bahwa al-birr bermakna menyambung silaturrahim, menyayangi dan berbuat ke-baikan serta menjaga persahabatan. Seluruhnya termasuk bagian inti kebaikan. (Kholid Ar Rasyid)

BAHAYA BID'AH

Anggapan baik terhadap bid’ah berarti menganggap Islam seolah-olah belum sempurna

Syari’at islam telah sempurna, sehingga tidak memerlukan tambahan ataupun pengurangan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah ku ridhoi islam sebagai agamamu."( Qs. Al-Maidah: 3) Dan Nabi Shallallahu 'Alahi wa Sallam tidaklah wafat kecuali telah menjelaskan seluruh perkara dunia dan agama yang dibutuhkan. Jika demuikian, maka maksud perkataan atau perbuatan bid’ah dari pelakunya adalah bahwa agama ini seakan-akan belum sempurna, sehingga perlu untuk dilengkapi, sebab amalan yang diperbuatnya dengan anggapan dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala belum terdapat di dalamnya.

Ibnu Majisyun berkata : "Aku mendengar Imam malik berkata: "Barang siapa yang membuat bid’ah dalam islam dan melihatnya sebagai suatu kebaikan, maka Sesungguhnya dia telah menuduh bahwa Nabi Muhammad rtelah berkhianat, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman Dalam Al-qur’an , "pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamu." Maka apa yang pada hari itu tidak termasuk sebagai agama maka pada hari inipun bukan termasuk Agama."( Asy-syatibi dalam Al-I’tisam).

Amalan bid’ah tertolak (tidak di terima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala )

Nabi Shallallahu 'Alahi wa Sallam bersabda: "Barang siapa yang membuat hal yang baru dalam urusan agama kami ini sesuatu yang tidak ada didalamnya, maka ia tertolak." (Bukhari Muslim)

Sebagaimana maklum bahwa syarat di terimanya amalan adalah: ikhlas dan sesuai dengan sunnah.

Ikhlas semata-mata karena mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala dan pahala di akhirat, bukan pujian atau balasan makhluk ataupun ucapan terima kasih yang ini adalah merupakan kandungan syahadat La ilaaha illallah. Sesuai dengan sunnah yaitu sesuai dengan perintah dan tuntunan Rasullullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam, bukan berdasarkan hawa nafsu dan bid’ah yang diada-adakan, yang hal ini merupakan kandungan syahadat Muhammad Shallallahu 'Alahi wa Sallam. Dengan demikian amalan bid’ah itu kehilangan syarat kedua, dari dua syarat di terimanya amal.

Bid’ah…mengikuti hawa nafsu

Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Thaimiyah: "para pelaku bid’ah adalah orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan syubhat. Mereka mengikuti hawa nafsunya dalam sesuatu yang di sukai dan di benci, mereka menetapkan hukum dengan prasangka dan syubhat. Mereka mengikuti prasangka dan apa yang di inginkan nafsunya, padahal telah datang petunjuk dari Tuhan Subhanahu wa Ta'ala mereka. Jika seseorang menggunakan hawa nafsunya dalam masalah agama maka sungguh dia adalah orang yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah. "(Al-Qashash:50)

Bid’ah lebih di cintai oleh iblis dari pada perbuatan maksiat

Imam At-Tsauri rahimahullah berkata: "Bid’ah lebih di cintai oleh iblis dari pada perbuatan maksiat, orang terkadang bertaubat dari maksiat tetapi seseorang sulit bertaubat dari perbuatan bid’ahnya. Maksud perkataan Imam Ats-Tsauri rahimahullah itu di jelaskan oleh Ibnu Thaimiyah sebagai berikut: (makna perkataan mereka para imam islam, seperti Sufyan Ats-Tsauri dan lainnya) bahwa , amalan buruknya (yaitu bid’ah tersebut pent.) telah di hias-hiasi oleh syaitan sehinggga ia melihatnya sebagai suatu kebaikan, karena permulaan taubat adalah mengetahui perbuatannya itu buruk, sehingga ia bertaubat darinya, atau bahwa ia telah meninggalkan suatu kebaikan yang di perintahkan secara wajib atau tidak wajib, sehingga dia bertaubat dan mengerjakannya. Maka selama dia melihat perbuatannya suatu kebaikan, padahal sebenarnya adalah suatu keburukan, niscaya dia tidak akan bertaubat (Majmu’ fatawa X/9)

Bid’ah melenyapkan Sunnah

Seperti apa yang di katakan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu wa Anhu: " Tidaklah datang suatu tahun pada Manusia melainkan mereka membuat bid’ah dan mematikan sunnah, hingga bentuk-bentuk bid’ah menjadi hidup dan sunnah menjadi mati."

Hasan bin ‘Athiyyah : "Tidaklah suatu kaum membuat bid’ah dalam agama mereka melainkan Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mencabut dari mereka sunnah yang sepadan dengan nya, kemudian tidak akan mengembalikan kepada mereka sampai hari kiamat." betapa indahnya yang dikatakan oleh sahabat agung Ibnu mas’ud Radhiallahu wa Anhu: "Hendaklah kamu menghindari apa yang baru di buat Manusia dari bentuk-bentuk bid’ah. Sebab agama tidak akan hilang dari hati seketika. Tetapi syaithan membuat bid’ah baru untuknya, hingga iman keluar dari hati, dan hampir-hampir Manusia meninggalkan apa yang telah di tetapkan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada mereka berupa shalat, puasa, halal dan haram, sementara mereka masih berbicara tentang Tuhan Yang Mahamulia. Maka siapa yang mendapatkan masa itu hendaknya dia lari. "Ia di tanya, "Wahai Abu Abdurrahman , kemana larinya ? "ia menjawab. "Tidak kemana-mana. Lari dengan hati dan agamanya. Janganlah duduk besama-sama dengan ahli bid’ah.(Al-Hajjah I/312 oleh Al-Ashbahani)

Bid’ah termasuk sikap ghuluw (melampaui batas syari’at)

Imam Al-Bukhari berkata dalam kitab shahihnya, Kitab Al-I’tisham bil kitab wa sunnah: "Bab: Apa yang dilarang tentang berlebih-lebihan, perselisihan di dalam ilmu, ghuluw di dalam agama dan bid’ah-bid’ah, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : " Wahai Ahli kitab janganlah kamu melampauibatas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakanterhadaap Allah kecuali yang benar." (An-Nisa’:171)

Bid’ah menyebabkan perpecahan

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "dan bahwa (yang kami peritahkan) ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan (subul) itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya."(Al-An’am 153)

Imam Asy-Syathibi berkata: "sirhathal mustaqim (jalan yang lurus) adalah jalan Allah yang dia serukan, yaitu As-Sunnah. Sedangkan As-Subul (jalan-jalan lain) adalah jalan-jalan orang-orang yang berselisih. Yang menyimpang dari jalan yang lurus. Mereka adalah para ahli bid’ah"(Al-I’tisham I/76 tahqiq Syaikh Salim Al-Hilali)

DR. Ibrahim bin Muhammad Al-Buraikan menyatakan: "Dan sesunggunya melakukan/membuat bid’ah di dalam agama akan menambah perpecahan di kalangan ummat karena hal itu merupakan dasar yang menyelisihi agama, yang kita di larang mengkutinya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan (subul) itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya."(Al-An’am 153) (Al-Madkhal lid dirasalah Al-‘aqidah ‘ala Madzhab Ahli Sunnah Waljama’ah)

BAHAYA BID’AH BAGI PELAKUNYA

> Amalan-amalannya tidak di terima

terdapat beberapa nash yang menyatakan bahwa ibadah ahli bid’ah tidak di terima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Diantarannya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : katakanlah: "Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orangyang paling merugi perbuatannya. "yaitu orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.(Al-kahfi:103-104).

Imam Ibnu Katsir berkata: " Karena Sesungguhnya ayat ini adalah makiyah (turun sebelum peristiwa hijrah dari makkah ke madinah) , sebelum berbicara terhadap orang-orang yahudi dan nashara, dan sebelum adanya al-hawarij (kaum pertama pembuat bid’ah) sama sekali. Sesungguhnya ayat ini umum meliputi setiap orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan jalan yang tidak di ridhoi Allah Subhanahu wa Ta'ala , dia menyangka bahwa dia telah berbuat benar didalam ibadah tersebut padahal dia telah berbuat salah dan amalannya tertolak." (Tafsir Al-Qur’annil Azhim)

> Pelaku bid’ah semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta'ala

Diriwayatkan dari Al-hasan bahwa dia berkata : "shahibu (pelaku) bid’ah, tidaklah dia menambah kesungguhan, puasa, dan shalat, kecuali dia semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dan dari Ayyub As-Sikhtiyani, dia berkata: "tidaklah pelaku bid’ah menambah kesungguhan kecuali dia semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Ta'ala ." Pernyatan tersebut diisyaratkan kebenarannya oleh sabda Rasulullah rtentang khawarij: "satu kaum akan keluar di dalam ummat ini yang kamu meremehkan shalat kamu di bandingkan dengan shalat mereka, mereka membaca Al-Qur’an tetapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana melesatnya anak panah dari sasarannya."(HR. Bukhari)

Asy-Syatibi berkata: "pertama beliau (Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam pent.) menjelaskan tentang kesungguhan mereka, kemudian beliau menjelaskan tentang jaunya mereka dari Allah Subhanahu wa Ta'ala .(Al-I’tisham I/156)

> Menangguh dosa bid’ah dan dosa-dosa orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat.

Dalam hal ini Nabi Shallallahu 'Alahi wa Sallam bersabda : "Barang siapa yang menyeru kepada petunjuk , maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun."(HR. Muslim)

Sedangkan bid’ah merupakan kesesatan sebagaimana yang telah di katakan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam. Inginkah ahli bid’ah menanggung seluruh dosa orang-orang yang mengiutinya sampai hari kiamat?! Tidakkah hadis Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam ini menghentikan mereka!?.

> Pelaku bid’ah memposisikan dirinya pada kedudukan menyerupai pembuat syari’at

Hal ini karena pembuat syari’at (Allah Subhanahu wa Ta'ala ) telah membuat peraturan-peraturan kemudian mewajibkan makhluk untuk melaksanakannya, sehingga dia sendirian dalam hal ini. Dialah yang membuat keptutusan tentang apa yang di perselisihkan oleh makhluk. Karena jika pembuatan peraturan-peraturan itu mampu di lakukan oleh Manusia, niscaya agama yang berisi peraturan-peraturan itu tidak di turunkan oleh Allah, para Rasul tidak perlu di utus, dan tidak ada lagi perselisihan di kalangan Manusia. maka orang-orang yang mengadakan perkara-perkara baru di dalam agama Allah Subhanahu wa Ta'ala itu berarti dia telah menempatkan dirinya sebanding dengan pembuat syari’at. Yaitu dia membuat peraturan bersamaan dengan pembuat syari’at dan telah membuka pintu perselisihan, serta menolak maksud atau tujuan pembuat syari’at di dalam kesendiriannya dalam membuat syari’at (peraturan).(Al-I’tisham I/66)

> Pelaku bid’ah akan di usir dari telaga Rasululah Shallallahu 'Alahi wa Sallam pada hari kiamat

Rasululah Shallallahu 'Alahi wa Sallam bersabda: "Sesung-guhnya aku mandahului dan menanti kamu di telaga. Barang siapa yang melewatiku niscaya dia minum, dan barang siapa yang minum niscaya dia tidak akan haus selama-lamanya. Sesungguhnya sekelompok orang akan mendatangiku, aku mengenal mereka, dan mereka mengenalku, kemudian dihalangi antara aku dengan mereka, maka aku berkata: "Sesungguhnya mereka dari pengikutku" tetapi di jawab "Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan secara baru setelahmu." Maka aku (Nabi Shallallahu 'Alahi wa Sallam) berkata: "jauh ! jauh!! Bagi orang-orang yang merubah agama setelahku." (HR. Bukhari -Muslim)

> Pelaku bid’ah diancam dengan laknat Allah

Dari Ibrhahim At-taimi dia berkata: "Bapakku telah menceritakan kepadaku, dia berkata: Ali Radhiallahu wa Anhu berkhutbah kepada kami di atas mimbar dari batu bata dan beliau membawa sebuah pedang, yang pada pedang tersebut terdapat sebuah lembaran yan tergantung, kemudian Ali berkata: "Demi Allah Subhanahu wa Ta'ala kami tidak mempunyai kitab yang di baca kecuali kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan apa yang ada di lembaran ini." Kemudian Ali membukanya, maka didalam lembaran itu tertulis:…maka barang siapa yan membuat perkara-perkara baru (bid’ah) di madinah niscaya dia mendapatkan laknat Allah Subhanahu wa Ta'ala, malaikat-malaikatnya dan seluruh Manusia." (Bukhari no. 7300 dan Muslim no. 1730).

> Pintu taubat hampir-hampir terkunci bagi shahibu (ahli) bid’ah

Hal ini disebutkan dalam beberapa hadist antara lain: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menghalangi taubat dari setiap shahibu bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya (Shahih At-Tarhib I/97 dan Zhilalul Jannah : 21 oleh Imam Al-Albani). Sesungguhnya ahli bid’ah tidak mendapakan taufik (bimbingan) untuk bertaubat. Sehingga taubat itu sama sekali tidak terjadi pada mereka kecuali jika dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ini adalah makna yang benar, dan tidak ada keraguan padanya.Karena telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan perkataan para salaf ini serta kenyataan para Ahli bid’ah itu sendiri. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Hasan Al-Basri : "Allah Subhanahu wa Ta'ala enggan mengizinkan taubat bagi Ahli bid’ah" (HR. Al-Lalikai).




Maraji:
Al-Ihtisham - Imam As-Syathibi
Risalatul Bida’ - Syaikh Ali hasan Al-Halabi.

Amalan Pelebur Dosa

Tumpukan dosa yang menggumpal bukan berarti tak bisa dihapus. Beragam kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas mampu meleburnya.



Kesalahan bisa dilakukan siapa saja. Tak terkecuali ahli ibadah sekalipun. Karenanya, orang yang terbaik bukan mereka yang tak pernah terjerembab dalam kekeliruan. Tapi, mereka yang selalu menyadari kesalahannya, lalu bertaubat. Dan tidak menunda walau sedetik pun.

“Langsung bertaubat dari dosa merupakan keharusan yang tak bisa ditunda-tunda. Jika taubat ditunda, ia akan memunculkan durhaka lain akibat penundaan itu,” kata Ibnu Qayyim al-Jauziyah.



Begitu pentingnya taubat karena ia adalah gerbang segala ampunan. Ia adalah wujud pengakuan hamba atas dosanya, dan jembatan pengakuan Allah bagi ampunan-Nya. Taubatlah yang menjadi kunci kebaikan untuk menghapus dosa kesalahan seorang hamba. Allah berfirman, “…Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka diganti dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS Furqan: 70).



Setelah gerbang ampunan terbuka, ibadah berikutnya yang bisa melebur dosa adalah sedekah, baik yang dilakukan dengan terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Allah berfirman, “Jika kamu menampakkan

sedekah(mu) maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kamu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS

al-Baqarah: 271).



Rasulullah saw bersabda, “…sedekah itu mematikan (melebur) kesalahan dan takwa itu membunuh kesalahan seperti air memadamkan api,” (HR Thabrani).



Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariah, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, baik hukum maupun ketentuan-ketentuan umum lainnya. Hanya saja, jika infak cenderung berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut juga hal yang bersifat non-materi. Hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah saw menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta, maka membaca tasbih, membaca takbir, tahmid, tahlil, berhubungan suami-istri, atau melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi mungkar juga sedekah. Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan Muslim, Rasulullah saw menyebutkan bahwa tersenyum kepada saudara yang lain, itu sedekah.



Lebih luas lagi, kata sedekah yang terdapat dalam al-Qur’an, sebagian dimaksudkan zakat (QS at-Taubah: 60 dan 103). Hanya saja, walaupun seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, ia sangat dianjurkan untuk berinfak dan bersedekah. Berinfak adalah ciri utama orang yang bertakwa (QS al-Baqarah: 3), ciri Mukmin yang sungguh-sungguh imannya (QS al-Anfal: 3-4), ciri Mukmin yang mengharapkan keuntungan abadi (QS Faathir: 29). Berinfak akan melipatgandakan pahala di sisi Allah SWT (QS al-Baqarah: 262).

Sebaliknya, tidak mau berinfak sama dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan (QS al-Baqarah: 195).



Di antara keutamaan zakat adalah, termasuk indikator tingginya keimanan seseorang, mengundang pertolongan dan rahmat Allah SWT (QS al-Hajj:

40-41 dan QS at-Taubah: 71), membersihkan harta (QS at-Taubah: 103), mengembangkan harta (QS ar-Ruum: 39), dan mendistribusikan harta sehingga lenyap jurang antara kaya dan miskin (QS al-Hasyr: 7).



Ibadah lainnya yang masih berkaitan langsung dengan harta dan pahalanya mampu melebur dosa adalah jihad. Jihad di jalan Allah yang dilakukan dengan ikhlas bisa melebur dosa. Baik yang dilakukan dengan harta maupun jiwa. Allah berfirman, “…(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan ke dalam surga…” (QS ash-Shaff: 11-12).



Karenanya, para sahabat Rasulullah saw selalu berlomba menyambut seruan jihad. Kendati mereka sudah menginfakkan harta, tapi itu tak membuat mereka puas untuk tidak ikut berjuang di jalan Allah. Bagi mereka, syahid di jalan Allah adalah kunci utama untuk mendapatkan ampunan Allah. Dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda, “Orang yang mati syahid akan diampuni dosanya pada percikan darah yang pertama, dan akan dikawinkan dengan dua bidadari dan akan memberi syafaat tujuh puluh dari anggota keluarganya…,” (HR Thabrani).



Untuk itu, niat berjihad harus selalu ada dalam benak kaum Muslimin.

Namun, bagi mereka yang tidak sempat berjihad bukan berarti pintu melebur dosa tertutup. Ibadah sehari-hari yang kita lakukan dengan ikhlas dan sesuai tuntutan Rasulullah saw, juga bisa menghapus dosa.

Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, maka dosa-dosanya yang terdahulu akan diampuni. Sedangkan shalatnya, jalannya menuju masjid adalah amalan tambahan,” (HR Muslim dan Nasai).



Dalam hadits yang diriwayatkan Thabrani dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang pergi ke masjid (untuk shalat) berjamaah, maka satu langkah bisa menghapus kesalahannya, dan satu langkah (yang lain) ditulis sebagai kebaikan (untuknya) selama pergi dan pulang.”



Begitu juga dengan ibadah-ibadah lainnya. Shalat merupakan kaffarah

(penebus) atas dosa dan kesalahan seorang hamba. Perumpamaan orang yang melakukan shalat lima waktu sehari semalam ibarat orang yang di depan rumahnya mengalir sungai dan ia mandi lima kali sehari. Tak akan ada kotoran yang tersisa. “Begitulah perumpamaan shalat lima waktu. Dengan shalat itu Allah akan melebur kesalahan-kesalahan (hamba-Nya),” ujar Rasulullah saw seperti diriwayatkan Bukhari dan Muslim.



Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi bahwa Rasulullah saw menegaskan, “Shalat lima waktu, shalat Jum’at menuju Jum’at berikutnya adalah pelebur dosa di antara mereka, selama dosa-dosa besar tidak dilanggar.”



Ibadah puasa yang dilakukan dengan penuh keimanan dan hanya mengharap ridha Allah, bisa melebur dosa. “Barangsiapa puasa Ramadhan dengan iman dan ikhlas (mencari pahala karena Allah) maka diampunilah dosanya yang sudah lewat,” (HR Bukhari Muslim).



Apalagi jika puasa Ramadhan diikuti dengan puasa Syawal enam hari setelahnya. “Barangsiapa yang puasa Ramadhan dan mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan ibunya,” demikian sabda Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath-nya.



Puasa ayyamul bidh (tiga hari setiap pertengahan bulan hijriyah) juga bisa menjadi pelebur dosa. Dalam Mu’jam al-Kabir-nya Thabrani meriwayatkan, dari Maimunah binti Sa’ad bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dari setiap bulan tiga hari, barangsiapa yang mampu melaksanakannya maka (pahala) setiap harinya bisa melebur sepuluh kali kesalahan dan dia bersih dari dosa seperti air membersihkan pakaian.”



Kalau ibadah harian (seperti shalat), bulanan (seperti puasa sunnah), atau tahunan (seperti puasa Ramadhan) mampu melebur dosa, begitu juga dengan ibadah haji yang diwajibkan sekali seumur hidup bagi yang mampu.

Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan haji, lalu tidak berbicara kotor dan tidak fasik, dia akan kembali (diampuni) dari dosanya sebagai mana ia dilahirkan ibunya,” (HR Bukhari Muslim).



Begitulah kesempurnaan Islam dan keutamaan umat Nabi Muhammad.

Hari-harinya penuh dengan pahala yang mampu melebur dosa kesalahannya.

Bahkan, pelebur dosa itu kadang bukan datang dari ibadah mahdhah yang kita lakukan. Musibah yang dihadapi dengan tabah dan sabar juga mampu mendatangkan ampunan Allah. “Tidaklah menimpa seorang Mukmin suatu kepayahan dan tidak pula penyakit yang langgeng, tidak pula duka cita, dan tidak pula kesusahan, tidak pula penyakit dan tidak pula kesedihan sampai duri yang mengenai dirinya kecuali Allah akan mengampuni kesalahannya dengan musibah itu,” (HR Bukhari Muslim).



Muamalah sesama manusia yang dilakukan dengan akhlak yang baik juga mampu mengikis tumpukan dosa. “Akhlak yang baik bisa menghancurkan kesalahan-kesalahan sebagaimana matahari mencairkan es,” (HR Thabrani dan Baihaqi). Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Tirmidzi, Nabi kembali menegaskan, “Tak ada dua orang Islam yang saling bertemu, lalu keduanya saling berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni keduanya sebelum berpisah.”



Subhanallah. Betapa mulia Islam. Tak ada tindakan umatnya yang sia-sia jika dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah saw. Desah napas kebaikan yang kita hembuskan semua bernilai pahala. Ibadah-ibadah ringan yang selama ini sering kita anggap remeh nyatanya mampu menjadi godam palu yang bisa melebur bongkahan dosa.

ADAB PENUNTUT ILMU

Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab-adab tersebut di antaranya adalah:

1. Ikhlas karena Allah I .

Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah kerena llah I dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar agar ADAB PENUNTUT ILMU, bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah e telah memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya e :

"Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah I sedang ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan mendapatkan bau sorga pada hari kiamat".( HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu Majah

Tetapi kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan syahadah (MA atau Doktor, misalnya ) bukan karena ingin mendapatkan dunia, tetapi karena sudah menjadi peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam menyampaikan ilmu atau dalam mengajar. Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.

2.Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.

Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita.

Apakah disyaratkan untuk memberi mamfaat pada orang lain itu kita duduk dimasjid dan mengadakan satu pengajian ataukah kita memberi mamfa'at pada orang lain dengan ilmu itu pada setiap saat? Jawaban yang benar adalah yang kedua; karena Rasulullah e bersabda :

"Sampaikanlah dariku walupun cuma satu ayat (HR: Bukhari)
Imam Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya: Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.

3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.

Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah e. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-Qor'an dan As-Sunnah.

4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.

Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah e masih hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.

5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.

Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).

6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.

Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.

7. Mencari kebenaran dan sabar

Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian ) dari hadits tersebut. Dalam mencari kebenaran ini kita harus sabar, jangan tergesa-gasa, jangan cepat merasa bosan atau keluh kesah. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran setengah-setengah, belajar satu kitab sebentar lalu ganti lagi dengan kitab yang lain. Kalau seperti itu kita tidak akan mendapatkan apa dari yang kita tuntut.

Di samping itu, mencari kebenaran dalam ilmu sangat penting karena sesungguhnya pembawa berita terkadang punya maksud yang tidak benar, atau barangkali dia tidak bermaksud jahat namun dia keliru dalam memahami sebuah dalil.Wallahu 'Alam.

Dikutip dari " Kitabul ilmi" Syaikh Muhammad bin Shalih Al'Utsaimin
.(Abu Luthfi)

7 Indikator Kebahagiaan Dunia

Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia.

Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :

Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.

Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah.

Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu :
"Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "bandel" dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.

Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!

Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.

Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.

Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.

Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?"
Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.

Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.

Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.

Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya.

Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.

Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.

Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.

Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan". Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.

Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.

Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.

Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.

Semangat memahami agama akan meng "hidup" kan hatinya, hati yang "hidup" adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.

Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.

Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat "hidup" orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.

Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.

Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu' mungkin membaca doa `sapu jagat' , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut "Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw" (yang artinya "Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia "), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.

Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.

Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu "wa fil aakhirati hasanaw" (yang artinya "dan juga kebahagiaan akhirat"), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.

Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.

Kata Nabi SAW, "Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?". Jawab Rasulullah SAW : "Amal soleh saya pun juga tidak cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya : "Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?". Nabi SAW kembali menjawab : "Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata".

Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).

5 Perusak Hati

Hati adalah pengendali. Jika ia baik, baik pula perbuatannya. Jika ia rusak, rusak pula perbuatannya. Maka menjaga hati dari kerusakan adalah niscaya dan wajib.

Tentang perusak hati, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada lima perkara, 'bergaul dengan banyak kalangan (baik dan buruk), angan-angan kosong, bergantung kepada selain Allah, kekenyangan dan banyak tidur.'

Bergaul dengan banyak kalangan

Pergaulan adalah perlu, tapi tidak asal bergaul dan banyak teman. Pergaulan yang salah akan menimbulkan masalah. Teman-teman yang buruk lambat laun akan menghitamkan hati, melemahkan dan menghilangkan rasa nurani, akan membuat yang bersangkutan larut dalam memenuhi berbagai keinginan mereka yang negatif.

Dalam tataran riel, kita sering menyaksikan orang yang hancur hidup dan kehidupannya gara-gara pergaulan. Biasanya out put semacam ini, karena motivasi bergaulnya untuk dunia. Dan memang, kehancuran manusia lebih banyak disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, kelak di akhirat, banyak yang menyesal berat karena salah pergaulan. Allah berfirman:
"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata, 'Aduhai (dulu) kiranya aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku." (Al-Furqan: 27-29).

"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67).

"Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain), dan tempat kembalimu adalah Neraka, dan sekali-kali tidak ada bagimu para penolong." (Al-Ankabut: 25).

Inilah pergaulan yang didasari oleh kesamaan tujuan duniawi. Mereka saling mencintai dan saling membantu jika ada hasil duniawi yang diingini. Jika telah lenyap kepentingan tersebut, maka pertemanan itu akan melahirkan duka dan penyesalan, cinta berubah menjadi saling membenci dan melaknat.

Karena itu, dalam bergaul, berteman dan berkumpul hendaknya ukuran yang dipakai adalah kebaikan. Lebih tinggi lagi tingkatannya jika motivasi pertemanan itu untuk mendapatkan kecintaan dan ridha Allah.

Larut dalam angan-angan kosong

Angan-angan kosong adalah lautan tak bertepi. Ia adalah lautan tempat berlayarnya orang-orang bangkrut. Bahkan dikatakan, angan-angan adalah modal orang-orang bangkrut. Ombak angan-angan terus mengombang-ambingkannya, khayalan-khayalan dusta senantiasa mempermainkannya. Laksana anjing yang sedang mempermainkan bangkai.

Angan-angan kosong adalah kebiasaan orang yang berjiwa kerdil dan rendah. Masing-masing sesuai dengan yang diangankannya. Ada yang mengangankan menjadi raja atau ratu, ada yang ingin keliling dunia, ada yang ingin mendapatkan harta kekayaan melimpah, atau isteri yang cantik jelita. Tapi itu hanya angan-angan belaka.

Adapun orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia, maka cita-citanya adalah seputar ilmu, iman dan amal shalih yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Dan ini adalah cita-cita terpuji. Adapun angan-angan kosong ia adalah tipu daya belaka. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memuji orang yang bercita-cita terhadap kebaikan.

Bergantung kepada selain Allah

Ini adalah faktor terbesar perusak hati. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya dari bertawakkal dan bergantung kepada selain Allah.
Jika seseorang bertawakkal kepada selain Allah maka Allah akan menyerahkan urusan orang tersebut kepada sesuatu yang ia bergantung kepadanya. Allah akan menghinakannya dan menjadikan perbuatannya sia-sia. Ia tidak akan mendapatkan sesuatu pun dari Allah, juga tidak dari makhluk yang ia bergantung kepadanya. Allah berfirman, artinya:
"Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82)

"Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka." (Yasin: 74-75)

Maka orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Ia seperti orang yang berteduh dari panas dan hujan di bawah rumah laba-laba. Dan rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah dan rapuh. Lebih dari itu, secara umum, asal dan pangkal syirik adalah dibangun di atas ketergantungan kepada selain Allah. Orang yang melakukannya adalah orang hina dan nista. Allah berfirman, artinya: "Janganlah kamu adakan tuhan lain selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." (Al-Isra': 22)

Terkadang keadaan sebagian manusia tertindas tapi terpuji, seperti mereka yang dipaksa dengan kebatilan. Sebagian lagi terkadang tercela tapi menang, seperti mereka yang berkuasa secara batil. Sebagian lagi terpuji dan menang, seperti mereka yang berkuasa dan berada dalam kebenaran. Adapun orang yang bergantung kepada selain Allah (musyrik) maka dia mendapatkan keadaan yang paling buruk dari empat keadaan manusia, yakni tidak terpuji dan tidak ada yang menolong.

Makanan

Makanan perusak ada dua macam.

Pertama , merusak karena dzat/materinya, dan ia terbagi menjadi dua macam. Yang diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. Kedua, yang diharamkan karena hak hamba, seperti barang curian, rampasan dan sesuatu yang diambil tanpa kerelaan pemiliknya, baik karena paksaan, malu atau takut terhina.

Kedua, merusak karena melampaui ukuran dan takarannya. Seperti berlebihan dalam hal yang halal, kekenyangan kelewat batas. Sebab yang demikian itu membuatnya malas mengerjakan ketaatan, sibuk terus-menerus dengan urusan perut untuk memenuhi hawa nafsunya. Jika telah kekenyangan, maka ia merasa berat dan karenanya ia mudah mengikuti komando setan. Setan masuk ke dalam diri manusia melalui aliran darah. Puasa mempersempit aliran darah dan menyumbat jalannya setan. Sedangkan kekenyangan memperluas aliran darah dan membuat setan betah tinggal berlama-lama. Barangsiapa banyak makan dan minum, niscaya akan banyak tidur dan banyak merugi.

Dalam sebuah hadits masyhur disebutkan: "Tidaklah seorang anak Adam memenuhi bejana yang lebih buruk dari memenuhi perutnya (dengan makanan dan minuman). Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap (makanan) yang bisa menegakkan tulang rusuknya. Jika harus dilakukan, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh Al-Albani).

Kebanyakan tidur

Banyak tidur mematikan hati, memenatkan badan, menghabiskan waktu dan membuat lupa serta malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, ada yang berbahaya dan sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat adalah tidur saat sangat dibutuhkan.

Segera tidur pada malam hari lebih baik dari tidur ketika sudah larut malam. Tidur pada tengah hari (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.

Di antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Shubuh dengan terbitnya matahari. Sebab ia adalah waktu yang sangat strategis. Karena itu, meskipun para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk ibadah, mereka tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Sebab waktu itu adalah awal dan pintu siang, saat diturunkan dan dibagi-bagikannya rizki, saat diberikannya barakah. Maka masa itu adalah masa yang strategis dan sangat menentukan masa-masa setelahnya. Karenanya, tidur pada waktu itu hendaknya karena benar-benar sangat terpaksa.

Secara umum, saat tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada pertengahan pertama dari malam, serta pada seperenam bagian akhir malam, atau sekitar delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut pada dokter. Jika lebih atau kurang daripadanya maka akan berpengaruh pada kebiasaan baiknya. Termasuk tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur pada awal malam hari, setelah tenggelamnya matahari. Dan ia termasuk tidur yang dibenci Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam .

(Disadur dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, min kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah)

(Abu Okasha Ainul Haris)