Custom Search

Thursday, May 24, 2012

MANUSIA MAKHLUK SERBA MAU

Allah menciptakan manusia menjadi makhluk serba mau, manusia suka daging, suka sayur, berbeda dengan singa dan harimau yang hanya suka daging, berbeda pula dengan kuda dan sapi yang hanya suka rumput. Dalam surat Ali Imran ayat empat belas Allah jelaskan bahwa Allah telah menghiasi ke dalam hati manusi menyenangi ciptaan Allah. Manusia suka pasangan, harta benda yang banyak, emas, perak, kendaraan yang bagus, sawah lading dan lain sebagainya. Jangankan yang baik yang jelek dan kotor pun manusia mau. Dari yang seindah dan sekotor-kotornya manusia mau. Manusia mau kotoran hewan, bisa untuk pupuk dan sebagainya. Ada benda-benda bekas yang dapat di daur ulang lagi hingga tak satupun yang tidak berguna dan berharga bagi manusia.  Karena begitu kuat dan hebatnya ke inginan manusia terhadap sesuatu. Manusia itu harus kenal dan mengagumi sang penciptanya (allah swt) untuk menata diri agar tidak terjerumus kelembah kesesatan dan kerugian, walaupun keinginan manusia tidak terbatas. Tapi kemampuan dan kehidupannya sangat terbatas. Kemampuan dalam usia 20 tahun tidak sama dengan kemampuan usia 30 tahun, demikian selanjutnya dan selanjutnya sampai manusia itu meninggalkan dunia yang fana ini.
Beruntunglah orang-orang yang bisa mengawal dirinya sendiri  ketika timbul keinginan melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan masalah karena begitu kuat dan hebatnya keinginan manusia terhadap sesuatu. Manusia itu harus kenal dan mengagumi sang penciptanya (Allah SWT) untuk menjaga diri agar tidak terjerumus kelembah kesesatan dan kerugian walaupun keinginan manusia tidak terbatas. Tapi kemampuan dan kehidupannya sangat terbatas. Kemampuan dalam usia dua puluh tahun tidak sama dengan kemampuan manusia usia tiga puluh tahun, demikian selanjutnya dan selanjutnya sampai manusia itu meninggalkan dunia yang fana ini. Beruntunglah orang yang bisa mengawal diri sendiri ketika timbul keinginan melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan masalah, dirinya sendiri jadi penasehat. Jangan kami lakukan itu, berbahaya, berisiko, kemuliaan kamu akan habis, bila kamu sempat tergelincir, tempatmu bertukar dari kemuliaan jadi hina.
Betapa nikmatnya Adam dan Hawa di sorga, karena tergelincir terpaksa menjalani pencara dunia dengan segala keletihan dan kepayahan. Berpisah dengan isteri dan segala kenikmatan sorga, menjalani hidup yang sangat menakutkan dan mengerikan sekali. Selain Allah Swt kitalah  yang harus jadi penasehat diri kita sendiri. Allah telah jelaskan bahwa Allah tidak akan merobah diri kita kepada yang baik, Allah tidak akan jerumuskan kita ke dalam kehancuran dan kebinasaan kecuali kitalah yang jadi pelakunya. Ya Allah lindungi kami dari jahatnya diri kami sendiri.

PERNIAGAAN YANG TIDAK PERNAH MERUGI

Firman Allah Q.S Fathir (35) ayat : 29

"Sesungguhnya orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan solat dan menafkahkan sebahagian daripada rezeki yang Kami (Allah) anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan rugi."
1. Selalu membaca Kitab Allah
2. Selalu mendirikan shalat
3. Selalu menafkahkan rezki dengan diam-diam/ teranga-terangan

Selamat dari azab
Firman Allah surat As-Shaf (61) : 10-11

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab

Monday, May 21, 2012

DAFTAR ISI

Saturday, May 19, 2012

BAHAYA SIFAT SOMBONG

Satu sifat yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah sombong. Sombong adalah menganggap dirinya besar dan memandang orang lain hina/rendah.

Firman Allah tentang Sombong

Firman Allah Q.S. Al-Isra : 37 – 38

Artinya :          dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung (37). semua itu kejahatannya Amat dibenci di sisi Tuhanmu (38).

Allah benci dengan orang-orang yang sombong:

Firman Allah Q.S. Lukman (31) ayat 18

Artinya: dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.


Firman Allah tentang kesombongan Iblis yang tidak mau sujud kepada Adam :

Q.S Al-A’raf (17) ayat : 13

Artinya : Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, Maka keluarlah, Sesungguhnya kamu Termasuk orang-orang yang hina".


Hadis Nabi tentang Sombong

Nabi berkata bahwa orang yang sombong meski hanya sedikit saja niscaya tidak akan masuk surga:

”Dari Ibn Mas’ud, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Tidak akan masuk sorga, seseorang yang di dalam hatinya ada sebijih atom dari sifat sombong”. Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Saw: “Sesungguhnya seseorang menyukai kalau pakainnya itu indah atau sandalnya juga baik”. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt adalah Maha Indah dan menyukai keindahan. Sifat sombong adalah mengabaikan kebenaran dan memandang rendah manusia yang lain” [HR Muslim]

Nabi juga berkata bahwa orang yang sombong niscaya akan disiksa oleh Allah di akhirat nanti:

Dari al-Aghar dari Abu Hurarirah dan Abu Sa’id, Rasulullah Saw bersabda: “Allah Swt berfirman; Kemuliaan adalah pakaian-Ku, sedangkan sombong adalah selendang-Ku. Barang siapa yang melepaskan keduanya dari-Ku, maka Aku akan menyiksanya”. [HR Muslim]


Ada empat bahaya Sombong

1.      Memiliki rasa paling benar dan merasa menang sendiri. Penyebab perasaan orang ini karena kelebihan yang ada pada dirinya tanpa melihat bahwa orang lain juga memiliki kelebihan yang sama atau lebih baik. Merasa menjadi orang yang paling baik dan benar sehingga ia menjadi orang yang mau menang sendiri.

2.      Tidak menyukai saran dan kritik dari orang lain karena merasa sudah sempurna dan benar. Dia merasa tidak kurang satupun. Saran pun sulit diterima maka kritik pun akan langsung dia tolak mentah-mentah dan membenci dinasehati.

3.      Tidak suka jika orang lain berhasil dan maju dari dia. Setelah itu orang sombong akan menjadi iri hati terhadap orang lain yang lebih hebat. Sikap ekstrim paling berbahaya dari orang sombong adalah pembunuhan karena kebenciannya terhadap orang lain.

Menolak kebenaran yang ada meskipun dia sadar itu benar. Orang ini akan membangkang terus saat kebenaran datang karena keras hatinya akibat sombong.

Friday, May 11, 2012

Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 262

الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. 2:262)
Tafsir ayat:
Allah Ta’ala berfirman (الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ): “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah”, Allah Ta’ala menyebutkan kembali untuk menjelaskan apa yang setelahnya yaitu firmannya (ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى): “kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima)”.
Firman Allah (ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا): “kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya”, yakni bahwa orang-orang yang bershadaqah tidak mengungkit-ungkit apa yang mereka shadaqakan, yang dengan mengungkit-ungkit pembarian bertujuan untuk menampakan dan menunjukan bahwa orang yang berinfaq tersebut lebih tinggi kedudukannya dari orang yang diberi infaq. (وَلآَ أَذًى): “Dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima)” contoh hal ini, yaitu jika seorang yang berinfaq mangatakan di hadapan orang-orang: “Sungguh aku telah memberi fulan ini dan itu”, ini dapat menyakiti orang yang telah menerima pemberian tersebut.
Firman Allah Ta’ala (لَّهُمْ أَجْرُهُمْ): “bagi mereka pahala”, (الأجْرُ): “Pahala”, adalah sesuatu yang diberikan kepada pekerja sebagai balasan dari pekerjaannya, salah satu bentuknya adalah gaji karyawan. Allah Ta’ala menamakannya (الأجْرُ): “Pahala/ganjaran” karena Allah Ta’ala telah menanggung bagi orang yang beramal balasan amalnya, ini seperti halnya memberikan gaji karyawan.
Firman AllahTa’ala (عِندَ رَبِّهِمْ): “Di sisi Rabb mereka”, bahwasanya Allah Ta’ala akan benar-benar membalas pahala mereka dan balasan pahala tersebut tempatnya di surga yang mana atapnya Arsy Ar-Rahman.
Firman Allah Ta’ala (وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ): “Dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka”, kemudian sebagai buahnya adalah (وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ): “Dan tidak (pula) mereka bersedih hati”, atas apa yang telah lalu, ini adalah sebagai suatu kesempurnaan nikmat atas mereka, karena jika seorang yang diberi nikmat tertimpa kesedihan atau ketakutan maka kenikmatan yang dia dapatkan tidak sempurna.
Pelajaran dari ayat yang mulia ini:
1. Ayat ini memotivasi kita untuk berinfaq di jalan Allah Ta’ala ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ) : “bagi mereka pahala”.
2. Ayat ini mengisyaratkan kepada kita agar kita berbuat ikhlas, dan senantiasa mengikuti ajaran syari’at (dalam beramal dan tidak membuat-buat amal yang tidak disyari’atkan), ini berdasarkan firmanNya (اللهِ فِي سَبِيلِ): “Di jalan Allah”.
3. Pelajaran dari ayat ini juga adalah bahwasanya orang yang mengikutkan infaqnya dengan perbuatan mengungkit-ungkitnya, atau menyakiti hati orang yang di beri infaq, maka tidak ada pahala baginya, ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (ثُمَّ لاَ يَتْبِعُونَ مَآأَنفَقُوا مَنًّا وَلآَ أَذًى لَّهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِم) : “kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka”, jika ia mengiringi shadaqahnya dengan perbuatan mengungkit-ungkit pemberian, atau dengan menyakiti orang yang diberi shadaqah tersebut, maka batalah pahalanya, sebagaimana ini telah jelas termaktub di dalam firman Allah Ta’ala (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى): “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),”(Al-Baqrah: 264)
4. Bahwasanya (المََنُّ : Mengungkit pemberian), dan (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang diberi) membatalkan pahala shadaqah, adapun syarat diterimanya shadaqah adalah seperti apa yang telah di sebutkan di atas yaitu shadaqah harus ikhlas untuk Allah, dan harus sesuai dengan tutunan syariat.
Permasalahan pertama:
Bagaimana jika si pemberi shadaqah hanya sekedar memberitahu bahwa dia telah memberi sifulan tanpa (المََنُّ : Mengungkit pemberian) yang telah ia berikan, apakah hal ini termasuk menyakiti perasaan orang yang diberi?
Jawab:
Ya, hal tersebut termasuk (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang di beri), karena hal itu akan mengurangi harga diri orang yang diberi di hadapan orang yang mengetahuinya. Akan tetapi jika dari hal itu ia bermaksud baik yaitu agar manusia mencontohnya, maka hal itu tidak termasuk (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang di beri), bahkan bisa jadi sebaliknya yaitu sebagai kemaslahatan orang yang diberi. Adapun jika ia menyebutkan bahwa ia telah memberi sesuatu tanpa menyebutkan siapa yang ia beri maka tidak terdapat pada apa yang ia lakukan itu (الأَذًَى: Menyakiti hati orang yang di beri), akan tetapi ditakutkan dari hal itu timbul rasa ujub atau riya dari apa yang ia berikan.
Permasalahan kedua:
Bagaimana jika orang yang diberi merasa bahwa orang yang berinfaq telah mengungkit-ungkit pemberiannya , atau ia menyakit hatinya, manakah yang lebih baik baginya, apakah ia tetap mempertahankan apa yang telah di berikan ataukah ia lebih baik mengembalikannya kepada orang yang memberinya?
Jawab:
Yang lebih baik baginya adalah mengembalikan barang yang telah diberikan, agar tidak ada orang yang mengungkit-ungkit hal tersebut, akan tetapi jika ia mengembalikan barang tersebut setelah ia memegangnya (menjadi hak miliknya) apakah bagi orang yang telah memberi barang tersebut harus menerima barang yang akan dikembalikan kepadanya?
Jawab:
Tidak harus ia menerimanya, karena barang tersebut bukan miliknya lagi, dan telah menjadi milik orang yang telah diberikan padanya. Maka pengembalian barang tersebut (bukan lagi dikatakan sebagai pengembalian kepada yang telah memberi, akan tetapi ia) sebagai pemberian dari orang yang telah diberi kepada orang yang telah memberinya.
5. Bahwa orang yang menginfaqkan harta mereka di jalan Allah, yang mana mereka selamat dari hal-hal yang membatalkan amal-amalan mereka , maka mereka itulah orang-orang yang tidak ada ketakutan bagi mereka pada hari mendatang (kiamat) dan tidaklah mereka bersedih hati terhadap yang apa telah berlalu.
[Sumber: Tafsir al-Qur-an al-Karim, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, jilid 3, semoga Allah merahmatinya. Diposting oleh Sufiyani Abu Muhammad Ismail al-Kalimantani]

Amar Ma'ruf Nahi Munkar, Tugas dan Kewajiban Setiap Muslim

KHUTBAH PERTAMA :


إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ:
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ. اللهم صَل عَلَى مُحَمدٍ، وَعَلَى أله وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.

Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Di hari yang penuh berkah ini, mari kita menghadapkan hati kita kepada Allah, membuka hati dan pikiran untuk sejenak menyimak nasehat khutbah yang kami harapkan dapat menambahkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Jika kita perhatikan dan kita melihat secara sepintas saja, apa yang terjadi saat ini di tengah masyarakat Muslimin, maka kita akan mendapatkan fenomena yang seharusnya menjadikan kita semua prihatin akan umat ini. Ini mesti kita lakukan, agar kita mawas diri dan berusaha menjadikan diri kita tidak termasuk golongan mereka yang telah melampaui batas.
Sekian banyak bentuk kesyirikan, kezhaliman, kejahatan, kemaksiatan yang dengan begitu mudah kita temukan di sekitar kita. Contohnya praktek syirik sudah menjadi suatu yang biasa dilakukan orang. Bahkan dukun, para normal, tukang ramal, ahli zodiak, dan orang-orang semacam mereka, yang jelas-jelas melakukan praktek kesyirikan, dianggap sebagai tokoh panutan dan memiliki tempat terhormat di tengah masyarakat. Contoh lain di antara kaum Muslimin sudah tidak bisa lagi menghargai nyawa seseorang, tidak bisa menghargai harta orang lain, dan bahkan tidak bisa menghargai kehormatan manusia. Padahal itu semua telah dilindungi oleh Islam, dan tidak boleh diganggu. Semua itu terjadi karena mereka telah meninggalkan Agama yang hanif ini, menuruti hawa nafsu, terpedaya dan tertipu oleh bujuk rayu setan serta gemerlapnya kehidupan dunia.
Di sisi lain di antara kaum Muslimin tidak lagi memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap saudaranya sesama Muslim, tidak peduli dengan kejadian dan kondisi yang ada, sehingga segala bentuk kemungkaran semakin hari tumbuh subur, dan sebaliknya segala bentuk kebaikan mulai terkikis dan asing dihadapan manusia. Orang-orang yang ingin selalu konsisten dan istiqamah menjalankan Agama dengan benar menjadi asing di tengah masyarakatnya. Sikap keIslaman yang baik terkesan batil dan begitu juga sebaliknya. Yang sunnah dan sesuai dengan contoh Rasulullah dianggap sebagai sikap beragama yang ekstrim, dan sebaliknya yang bid’ah dianggap sebagai jalan kebenaran sejati.
Semua itu adalah karena yang menjadi tolak ukur beragama adalah perasaan dan keridhaan manusia, bukan keridhaan Allah. Padahal Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam telah memperingatkan kita semua dari sikap timpang semacam ini dalam sabda beliau,
مَنِ الْتَمَسَ رِضَا الله بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ الله مُؤْنَةَ النَّاسِ، وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ الله وَكَلَهُ الله إِلَى النَّاسِ.
“Barangsiapa yang mencari ridha Allah dengan (mengacuhkan) kebencian manusia maka Allah mencukupkannya dari beban manusia, dan barangsiapa yang mencari ridha manusia dengan (mengesampingkan) kemurkaan Allah maka Allah akan menguasakan manusia atas dirinya.” (HR. at-Tirmidzi no. 2414 dan dishahihkan oleh al-Albani).
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Sebegitu hebat kemungkaran yang telah dianggap biasa ditengah masyarakat kita, sampai yang baik menjadi suatu yang dianggap aneh. Orang yang rajin shalat berjamaah aneh, kaum Muslimah yang mengenakan hijab sesuai syariat aneh, rajin ketempat-tempat pengajian aneh, laki-laki Muslim yang memanjangkan jenggot aneh, laki-laki Muslim yang memotong pakaiannya agar tidak isbal aneh, dan semua yang sebenarnya adalah tepat sebagaimana yang diridhai Allah, menjadi suatu yang aneh dan asing. Maka sungguh benar Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam manakala beliau bersabda,
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ، الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِيْ مِنْ سُنَّتِيْ .
“Islam mulanya dianggap aneh (asing) dan akan kembali dianggap asing seperti semula. Maka kabar gembira yang besar bagi orang-orang yang dianggap aneh (asing), yaitu, orang-orang yang memperbaiki (menjalankan dengan baik) perkara-perkara Sunnahku yang telah dirusak setelahku oleh orang-orang.” (HR. Ahmad dan Muslim).
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Karenanya, merupakan tugas dan kewajiban setiap Muslim untuk selalu menjaga kemurnian Agama, dengan senantiasa menegakkan kebenaran dan mencegah setiap bentuk kemungkaran. Tentunya kita pernah membaca dan mendengar permisalan yang pernah disampaikan oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam, sebagaimana beliau bersabda :
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُوْدِ الله وَالْوَاقِعِ فِيْهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوْا عَلَى سَفِيْنَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِيْنَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوْا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوْا: لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيْبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا؛ فَإِنْ يَتْرُكُوْهُمْ وَمَا أَرَادُوْا هَلَكُوْا جَمِيْعًا وَإِنْ أَخَذُوْا عَلَى أَيْدِيْهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيْعًا.
“Perumpamaan orang yang teguh dalam menjalankan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya, adalah seperti sekolompok orang yang berada di dalam sebuah kapal, ada yang mendapatkan tempat di atas melewati orang-orang yang di atas, dan ada yang memperoleh tempat di bawah. Sedang yang di bawah jika mereka membutuhkan air minum, mereka harus naik ke atas, maka mereka berkata: ‘Lebih baik kita melobangi tempat di bagian kita ini, supaya tidak mengganggu kawan-kawan kita yang di atas’. Rasulullah bersabda, ‘Maka jika mereka yang di atas membiarkan mereka, pasti binasalah semua orang yang ada di dalam perahu tersebut, namun apabila mereka mencegahnya mereka semua akan selamat’.” (HR. Al-Bukhari no. 2493)
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Jika kita renungkan dengan dalam perumpamaan agung yang disabdakan oleh Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam ini, yaitu seorang hamba Allah yang paling mengetahui tentang keadaan umatnya, tentang sebab-sebab kemuliaan dan kerusakan yang akan terjadi pada mereka berdasarkan wahyu dari Allah Subhanahu Wata’ala, maka kita akan mendapatkan gambaran yang jelas tentang agungnya keutamaan mengajak orang kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan jahat dan mungkar, yang kita kenal dalam istilah Amar Ma`ruf Nahi Munkar.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran:110).
Al-Allamah As-Sa’di mengomentari ayat ini dengan mengatakan; “Allah Subhanahu Wata’ala memuji umat ini sebagai umat yang paling baik yang Allah ciptakan untuk umat manusia. Dan itu, karena Allah menyempurnakan Iman bagi diri mereka, yang dengan iman itu mereka melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah, dan menyempurnakan mereka untuk orang lain dengan amar ma’ruf dan nahi munkar, yang di sana mencakup mendakwahi manusia untuk kembali kepada Allah. Dengan inilah maka umat Islam ini adalah umat terbaik.” Dan sebaliknya Allah melaknat orang-orang yang kafir dari kalangan Ahli Kitab, karena mereka membiarkan kemungkaran terjadi di tengah mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوا يَعْتَدُونَ . كَانُوا لاَيَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil melalui lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak saling melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (Al-Ma`idah: 78-79).
Ini menunjukkan bahwa membiarkan kemungkaran dan kemaksiatan adalah salah satu sifat orang-orang yang dilaknat Allah.
Al-Allamah as-Sa’di rahimhullah berkata, setelah menafsirkan ayat ini,
“Hal itu (perbuatan mereka yang diam terhadap kemungkaran) menunjukkan sikap meremehkan perintah Allah, dan bahwasanya berbuat maksiat kepadaNya adalah suatu yang ringan bagi mereka. Seandainya mereka memiliki rasa pengagungan kepada Rabb mereka, niscaya mereka tidak akan menabrak apa-apa yang diharamkan Allah, dan niscaya mereka akan marah terhadap apa yang dimurkai Allah. Dan sesungguhnya diam terhadap kemungkaran -padahal mampu untuk merubahnya- adalah sikap yang mendatangkan hukuman; karena mendiamkan kemungkaran akan menimbulkan kerusakan-kerusakan yang besar:
Di antaranya : Itu menunjukkan sikap meremehkan dan menganggap enteng kemaksiatan.
Di antaranya : Itu akan menumbuhkan keberanian bagi orang-orang yang gemar melakukan maksiat dan orang-orang fasik untuk semakin berani melakukan maksiat, bahkan secara terang-terangan.
Di antaranya : Apabila kemungkaran dibiarkan, maka ilmu Agama akan semakin redup di tengah masyarakat dan kejahilan justru akan semakin merajalela, karena apabila kemaksiatan demi kemaksiatan begitu saja dilakukan orang, dan dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha untuk merubahnya, maka masyarakat yang memang minim dengan ilmu agama akan menganggap itu semua sebagai suatu yang bukan maksiat.
Di antaranya : Mendiamkan maksiat boleh jadi akan menyebabkan kemaksiatan menjadi suatu yang bagus dalam pandangan masyarakat luas, sehingga sebagian masyarakat akan meniru perbuatan pelaku maksiat karena menganggapnya sebagai sesuatu yang bagus.” (Dikutip dari Tafsir as-Sa’di secara ringkas dan adaptasi, Ali Imran: 78-79).
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Karena itu, Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah kewajiban setiap Muslim yang paling utama, yang akan menjadi jalan keselamatan dan menghindarkan dari murka Allah, di dunia maupun di akhirat. Amar Ma’ruf Nahi Munkar harus tegak, dalam segala sekala sosial; individu, keluarga, masyarakat, nasional bahkan interna-sional. Kita harus senantiasa ingat bahwa Amar Ma’ruf Nahi Munkar adalah perintah Allah Subhanahu Wata’ala, yang mana Allah menjanjikan keberuntungan bagi kita bila ditegakkan. Perhatikan FirmanNya,
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran: 104).
Lebih dari itu, amar ma’ruf nahi munkar adalah salah satu di antara sifat-sifat esensi seorang Mukmin sejati, dan karenanya Allah menjanjikan rahmat bagi mereka. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ
“Dan orang-orang Mukmin, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong sebagian yang lain, mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan Shalat, menunaikan Zakat dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 71).
Jama’ah Shalat Jum’at Rahimakumullah
Kepedulian kita untuk merubah kemungkaran, adalah salah satu di antara barometer keimanan kita. Coba kita simak dengan baik sabda Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam berikut ini:
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ الله فِي أُمَّةٍ قَبْلِيْ إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّوْنَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُوْنَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُوْنَ بِأَمْرِهِ، ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوْفٌ يَقُوْلُوْنَ مَا لَا يَفْعَلُوْنَ وَيَفْعَلُوْنَ مَا لَا يُؤْمَرُوْنَ؛ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ، فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ،ِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذلك مِنَ الْإِيْمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ.
“Tidaklah seorang Nabi yang diutus oleh Allah sebelumku, melainkan dari umatnya, dia memiliki para pembela yang setia dan sahabat-sahabat yang mengikuti Sunnahnya dan mengikuti perintahnya, kemudian setelah itu datanglah orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka perbuat, dan justru melakukan apa yang tidak diperintahkan kepada mereka. Maka barangsiapa yang memerangi mereka dengan tangannya, maka dia adalah seorang Mukmin, barangsiapa yang memerangi mereka dengan lisannya, maka dia juga seorang Mukmin, dan barangsiapa yang memerangi mereka dengan hatinya, maka dia juga seorang Mukmin, dan tidak ada iman yang lebih rendah dari itu meskipun sebesar biji sawi.” (HR. Muslim no. 50).
Kita memohon kepada Allah agar diberi kekuatan bashirah, kekuatan hati, kekuatan ilmu, kekutan lisan untuk membedakan antara yang hak dan yang batil, yang ma’ruf dan yang mungkar, kemudian kita bersama-sama menegakkan yang ma’ruf dan memberantas segala bentuk kemungkaran dan kebatilan. Dengan harapan semoga Allah menggolongkan kita sebagai Mukmin sejati, melimpahkan rahmat bagi kita, dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang beruntung.
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا الله مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ الله لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ
KHUTBAH KEDUA :
اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ
أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
قَالَ الله تعالى : (( يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ))
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ:
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Oleh: Husnul Yaqin Arba’in
( Sumber: Dikutip dari buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi Kedua, Darul Haq, Jakarta)

Empat Pelajaran dari Kisah Nabi Ibrahim AS dan Keluarganya

الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ: اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Puja dan Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan kepada kita sangat banyak sehingga kita sendiri tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat itu. Karenanya dalam konteks nikmat, Allah Swt tidak memerintahkan kita untuk menghitung tapi mensyukurinya.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Pada hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 1432 H seluruh umat Islam di seantero dunia memperingati hari raya Idul Adha atau hari raya qurban. Sehari sebelumnya, 9 Dzulhijah 1432 H, jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah haji wukuf di Arafah, berkumpul di Arafah dengan memakai ihram putih sebagai lambang kesetaraan derajat manusia di sisi Allah, tidak ada keistimewaan  antar satu bangsa dengan bangsa yang lainnya kecuali takwa kepada Allah.      Dan Hari ini juga kita kembali di  ingatkan kepada kisah seorang kholilulloh kekasih Allah SWT,  nabi Ibrahim as yang Allah uji kecintaannya, antara cintanya kepada keluarga ( nabi Ismail as dan Siti hajar )  dan cintanya kepada Allah. Alhamdulillah cintanya kepada Allah melebihi dari segalanya, hal ini membuat kita bahkan nabi Muhammad SAW harus mengambil pelajaran darinya.
Allah berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sesungguhnya telah ada contoh teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.”    (QS. Al Mumtahanah: 4)
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Minimal ada Empat pelajaran yang terdapat dari kisah nabi Ibrahim as dan keluarganya:
Pesan Pertama: Berbaik sangka kepada Allah SWT
Di dalam kitab;  Anbiyaa Allah ( Nabi – Nabi Allah) di karang oleh Ahmad Bahjat beliau menjelaskan.
Pada suatu hari, Ibrahim as terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba dia memerintahkan kepada istrinya, Siti Hajar, untuk mempersiapkan perjalanan dengan membawa bayinya. Perempuan itu segera berkemas untuk melakukan perjalanan yang panjang. Pada saat itu nabi Ismail masih bayi dan belum disapih.
Ibrahim as melangkahkan kaki menyusuri bumi yang penuh dengan pepohonan dan rerumputan, sampai akhirnya tiba di padang sahara. Beliau terus berjalan hingga mencapai pegunungan, kemudian masuk ke daerah jazirah Arab. Ibrahim  menuju ke sebuah lembah yang tidak di tumbuhi tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan, tidak ada minuman, tempat itu menunjukkan tidak ada kehidupan di dalamnya.
Di tempat itu beliau turun dari punggung hewan tunggangannya, kemudian menurunkan istri dan anaknya. Setelah itu tanpa berkata-kata beliau meninggalkan istri dan anaknya di sana. Mereka berdua hanya dibekali sekantung makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk dua hari. Setelah melihat kiri dan kanan beliau melangkah meninggalkan tempat itu.
Tentu saja Siti hajar terperangah diperlakukan demikian, dia membuntuti suaminya dari belakang sambil bertanya“Ibrahim hendak pergi ke manakah engkau?” Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini?
Ibrahim as tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan, Siti hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim as tetap membisu. Akhirnya Siti hajar paham bahwa suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia bertanya,“apakah Allah yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami? Ibrahim menjawab, “benar“.  Kemudian istri yang shalihah dan beriman itu berkata,” kami tidak akan tersia-siakan selagi Allah bersama kami. Dia-lah yang telah memerintahkan engkau pergi. Kemudian Ibrahim terus berjalan meninggalkan mereka.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Lihatlah, bagaimana nabi Ibrahim dan Siti hajar, mampu berbaik sangka kepada Allah SWT mereka meyakini bahwa selagi mereka bersama Allah, maka tidak akan ada yang menyengsarakannya, tidak akan ada yang dapat mencelakainya, tidak akan ada yang dapat melukainya.
Bila kita lihat banyaknya manusia yang  frustasi dalam kehidupan ini atau banyaknya manusia sengsara bukan karena sedikitnya nikmat yang Allah berikan kepada mereka akan tetapi karena sedikitnya husnu dzon (berbaik sangka) kepada kebaikan Allah, Padahal nikmat yang Allah berikan lebih banyak dari pada siksanya. Oleh karena itu kita harus berbaik sangka kepada Allah karena Allah menjelaskan dalam hadits qudsi bahwa Dia sesuai prasangka hambanya;
Dari Abu Hurairah RA berkata, bersabda Rasulullah saw.: Allah berfirman:“Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari. (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Manusia wajib berbaik sangka kepada Allah apa pun keadaannya. Allah akan berbuat terhadap hamba-Nya sesuai persangkaannya. Jika hamba itu bersangka baik, maka Allah akan memberikan keputusan yang baik untuknya. Jika hamba itu berburuk sangka, maka berarti ia telah menghendaki keputusan yang buruk dari Allah untuknya. Allah tidak akan menyia-nyiakan harapan hambanya yang berbaik sangka kepada-Nya.
Seorang hamba yang bijak adalah mereka yang senantiasa berbaik sangka kepada Allah dalam setiap keadaan. Jika ia diberi kenikmatan, ia merasa bahwa hal ini adalah karunia dari Allah. Ia tidak merasa dimuliakan dengan kenikmatan duniawi tersebut. Jika ia diuji dengan penderitaan atau kekurangan, ia merasa bahwa Allah sedang  mengujinya agar ia dapat meraih tempat yang mulia. Ia tidak berburuk sangka dengan menganggap Allah tidak adil atau Allah telah menghinakannya.
Kita harus belajar kepada Siti hajar walaupun dia seorang wanita yang baru mempunyai anak bayi, kemudian di tinggalkan suaminya di padang pasir yang gersang, tetapi dia yakin jika ini adalah perintah Allah maka Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Allah pasti akan membantunya, kisah ini bukan hanya untuk Siti hajar saja, kisah ini bukan untuk zaman itu saja, akan tetapi kisah ini akan terus berulang pada setiap zaman bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang senantiasa berbaik sangka kepada-Nya dalam segala hal.
Pelajaran kedua: Mencari rezeki yang halal
Setelah Ibrahim as meninggalkan istri dan anaknya untuk kembali meneruskan perjuangannya berdakwah kepada Allah. Siti hajar menyusui Ismail sementara dia sendiri mulai merasa kehausan. Panas matahari saat itu menyengat sehingga terasa begitu mengeringkan tenggorokan. Setelah dua hari, air yang di bawah habis, air susunya pun kering. Siti hajar dan Ismail mulai kehausan. Pada waktu yang bersamaan, makanan pun habis, kegelisahan dan kekhawatiran membayangi Siti hajar.
Ismail mulai menangis karena kehausan. Kemudian sang ibu meninggalkannya sendirian untuk mencari air. Dengan berlari – lari kecil dia sampai di kaki bukit Shafa. Kemudian dia naik ke atas bukit itu. Di taruhnya kedua telapak tangannya di kening untuk melindungi pandangan matanya dari sinar matahari, kemudian dia menengok ke sana kemari, mencari sumur, manusia, kafilah atau berita. Namun tidak ada sesuatu pun yang tertangkap pandangan matanya. Maka dia bergegas turun dari bukit Shafa dan berlari – lari kecil sampai di bukit Marwa. Dia naik ke atas bukit itu, barangkali dari sana dia melihat seseorang, tetapi tidak ada seorang pun.
Hajar turun dari bukit Marwa untuk menengok bayinya. Dia mendapati Ismail terus menangis . tampaknya sang bayi benar-benar kehausan. Melihat anaknya seperti itu, dengan bingung dia kembali ke bukit Shafa dan naik ke atasnya. Kemudian dia ke bukit Marwa dan naik ke atasnya, Siti hajar bolak – balik antara dua bukit, Shafa dan Marwa, sebanyak tujuh kali.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Ada rahasia yang jarang di kupas dari kejadian ini..
Yaitu kesungguhan Siti hajar dalam mencari air di keluarkan segala tenaganya bolak balik dari Shafa dan Marwa, walaupun bolak balik dari Shafa dan Marwa belum mendapatkan air dia terus berusaha. Walaupun akhirnya air itu ada di dekat anaknya sendiri. Ini memberikan pelajaran kepada kita untuk bersungguh-sungguh dalam menjemput rezeki dengan mengeluarkan segala kemampuan yang kita miliki karena Kita di perintahkan bukan Cuma melihat hasil tapi juga usaha dan tenaga yang kita keluarkan, Rasulullah SAW sangat mencintai orang-orang yang bekerja keras.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah berjumpa dengan Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasulullah melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitaman seperti lama terpanggang matahari.
Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu ?’
Sa’ad menjawab, ‘ Wahai Rasulullah, tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku,’
Seketika itu, Rasulullah mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya seraya berkata,’Inilah tangan yang tidak pernah tersentuh api neraka,’
Hikmah dari kisah ini yaitu terdapat tanggung jawab seorang Sa’ad bin Mu’adz Al-Anshari dalam menafkahi anak dan istrinya melalui rizki yang halal. Tangan yang semata-mata berada di jalan Allah SWT dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan Amanah.
‘Sesungguhnya Allah mencintai seorang mukmin yang giat bekerja.’(HR. Thabrani).
Rasulullah SAW bersabda,“Tidaklah sekali-kali seseorang itu makan makanan lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil jerih payahnya sendiri. Dan Nabi Daud AS itu makan dari hasil jerih payahnya sendiri.” (HR. Bukhari).
Bahkan Allah SWT berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴿١٠
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumuah: 10)
ayat ini memotivasi kita untuk bekerja keras, setelah melaksanakan shalat karena dengan bekerja kita akan mendapatkan rezeki yang halal.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
berhati-hatilah terhadap barang haram yang masuk ke tubuh kita, karena tidaklah tubuh yang di dalamnya ada barang haram kecuali neraka adalah lebih berhak untuk menjadi tempat kembalinya.
Rasulullah SAW: Wahai Sa’ad, murnikanlah makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang terkabul doanya. Demi yang jiwa Muhammad dalam genggamanNya. Sesungguhnya seorang hamba melontarkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya maka tidak akan diterima amal kebaikannya selama empat puluh hari. Siapapun yang dagingnya tumbuh dari yang haram maka api neraka lebih layak membakarnya. (HR. Ath-Thabrani)
Dan juga ketika tubuh termasuki dengan barang haram maka selama 40 hari amal ibadahnya tidak di terima Allah akan tetapi dosa – dosa yang diperbuatnya di catat oleh malaikat.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Hadirin yang dirahmati Allah SWT
Pelajaran yang ke tiga: Berkorban untuk Allah SWT
Ketika Ismail bertambah besar, hati Ibrahim as tertambat kuat kepada putranya. Tidak mengherankan karena Ismail hadir di kala usia Nabi Ibrahim sudah tua. Itulah sebabnya beliau sangat mencintainya. Namun Allah hendak menguji kecintaan Ibrahim as dengan ujian yang besar disebabkan cintanya itu.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴿١٠٢﴾
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.  (QS. Ash Shaaffat: 102 )
Renungkanlah bentuk ujian yang telah Allah berikan kepada beliau. Bagaimana kira-kira perasaan Ibrahim as pada saat itu? Pergulatan seperti apa yang berkecamuk di dalam batinnya? Salah besar jika ada yang mengira bahwa tidak ada pergulatan pada diri Ibrahim as. Tidak mungkin ujian sebesar ini terbebas dari pergulatan batin. Ibrahim berpikir,” mengapa? Ibrahim membuang jauh-jauh pikiran itu. Bukan Ibrahim namanya jikalau beliau mempertanyakan kepada Allah“mengapa” atau“karena apa“karena orang yang mencintai tidak akan bertanya mengapa? Ibrahim hanya berpikir tentang putranya, apa yang harus beliau katakana kepada anak itu, saat beliau hendak membaringkannya di atas tanah untuk disembelih?
Ibrahim mengambil jalan yang paling baik, yaitu berkata yang jujur dan lemah lembut kepada putranya, ketimbang menyembelihnya secara paksa.
Lihatlah kepasrahan dan pengorbanan Ismail dan ayahnya Ibrahim mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta Allah. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan kasih sayang Allah. Walaupun yang di korbankan adalah diri Ismail.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Sadarkah kita, bahwa saat ini kita sedang di ajari oleh seorang anak dan ayahnya tentang makna pengorbanan kepada Allah dalam segala hal di kehidupan ini,
Kata kurban dalam bahasa Arab berarti mendekatkan diri. Dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian ulama mengistilahkannya an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam QS Al-Kautsar (108): 2,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah“
Akan tetapi, pengertian korban bukan sekadar menyembelih binatang korban dan dagingnya kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Akan tetapi, secara filosofis, makna korban meliputi aspek yang lebih luas.
Dalam konteks sejarah, dimana umat Islam menghadapi berbagai cobaan, makna pengorbanan amat luas dan mendalam. Sejarah para nabi, misalnya Nabi Muhammad dan para sahabat yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini memerlukan pengorbanan. Sikap Nabi dan para sahabat itu ternyata harus dibayar dengan pengorbanan yang teramat berat yang diderita oleh Umat Islam di Mekah ketika itu. Umat Islam disiksa, ditindas, dan sederet tindakan keji lainnya dari kaum kafir Quraisy.   Rasulullah pernah ditimpuki dengan batu oleh penduduk Thaif, dianiaya oleh Ibnu Muith, ketika leher beliau dicekik dengan usus onta, Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Para sahabat seperti Bilal ditindih dengan batu besar yang panas di tengah sengatan terik matahari siang, Yasir dibantai, dan seorang  ibu yang bernama Sumayyah, ditusuk kemaluan beliau dengan sebatang tombak.
Tak hanya itu, umat Islam di Mekah ketika itu juga diboikot untuk tidak mengadakan transaksi dagang. Akibatnya, bagaimana lapar dan menderitanya keluarga Rasulullah SAW. saat-saat diboikot oleh musyrikin Quraisy,   hingga beliau sekeluarga terpaksa memakan kulit kayu, daun-daun kering bahkan kulit-kulit sepatu bekas.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Pelajaran keempat adalah Mendidik Keluarga
Nabi Ismail tidak akan menjadi anak yang penyabar jika tidak mendapat pendidikan dari ibunya dan Siti hajar tidak akan menjadi seorang yang penyabar jika tidak di didik oleh nabi Ibrahim as. Dan nabi Ibrahim as tidak akan dapat sabar jika tidak didikan dari Allah SWT melalui wahyuNya.
Seorang anak dalam perkembangannya membutuhkan proses yang panjang, maka peran orang tua dalam membentuk perilaku yang berakhlaq mulia sangat dibutuhkan, perhatian sempurna kepada anak semenjak dari masa mengandung, melahirkan hingga sampai masa Kewajiban ini diberikan di pundak orang tua oleh agama dan hukum masyarakat. Karena seseorang yang tidak mau memperhatikan pendidikan anak dianggap orang yang mengkhianati amanah Allah. Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa Allah Swt. Pada hari kiamat nanti akan meminta pertanggungjawaban setiap orang tua tentang perlakuan mereka kepada anaknya.