Ilmu dan Hujan
Hadis riwayat Bukhari dan Muslim Dari Abu Musa, Nabi saw bersabda,
مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً.
“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). (HR. Bukhari dan Muslim).
- Allah mengumpamakan ilmu dengan (ghaits) yaitu hujan yang bermanfaat, tidak rintik dan tidak pula terlalu deras. Ghaits dalam Al Qur’an sering digunakan untuk hujan yang bermanfaat berbeda dengan al-mathar yang sama-sama bermakna hujan. Namaun kadang digunakan untuk hujan dalam bentuk bahaya dan azab. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,
وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِينَ
“Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.” (QS. Asy Syu’ara: 173)
Sedangkan mengenai ghaits, Allah Ta’ala berfirman,
ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ
“Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur.” (QS. Yusuf: 49)
- ilmu disamakan dengan air hujan karena ilmu akan menghidupakan hati dari kematian, seperti air yang menghidupkan bumi yang mati. firman Allah Ta’ala an-Nahl [16]: 65
والله أَنْزَلً مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأِرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إن في ذلك لآية لقوم يسمعون
Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya….
- 3 Macam-macam tanah atau keadaan orang yang menerima ilmu tersebut. Tanah pertama adalah Naqiyah yaitu tanah yang baik yang dapat menyerap air sehingga tumbuhlah tanaman dan rerumputan. Tanah kedua adalah disebut ajadib yaitu Tanah yang hanya bisa menampung air sehingga dapat dimanfaatkan orang lain (untuk minum, memberi minum pada hewan ternak dan dapat mengairi tanah pertanian), namun tanah ajadib ini tidak bisa menyerap air dan menumbuhkan tanaman. Kemudian tanah ketiga disebut qii’an yaitu Tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air. Sehingga tanah ini tidak bisa menumbuhkan tanaman.
Begitu juga ada tiga jenis manusia terhadap ilmu:
1. Dia mendapatkan petunjuk dan ilmu, dia pun menjaganya (menghafalnya), kemudian hatinya menjadi hidup. Dia pun mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dia miliki pada orang lain. Akhirnya, ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan juga bermanfaat bagi yang lainnya.
2. Dia memiliki ingatan yang bagus, akan tetapi tidak memiliki pemahaman yang cerdas. Manusia jenis ini memiliki banyak hafalan dan ketika orang lain yang membutuhkan yang sangat haus terhadap ilmu dia datang menghampiri manusia jenis ini, maka dia pun mengambil ilmu darinya. Orang lain mendapatkan manfaat darinya,sehingga dia tetap dapat memberi manfaat pada yang lainnya.
3. Dia tidak bisa menghafal, tidak memiliki pemahaman yang bagus. Apabila dia mendengar, ilmu tersebut hanya leawt di telinganya tidak bermanfaat baginya. Ilmu itu tidak berguna baginya apalagi orang lain.
Termasuk yang manakah kita?
Custom Search
0 comments:
Post a Comment